JAKARTA - Industri otomotif China sempat dipuji karena kekuatan mereka dalam memproduksi kendaraan energi baru. Laporan terbaru mengungkapkan kapasitas produksi yang sangat besar dan persaingan harga tak terkendali membuatnya terjebak dalam krisis.
Melansir Reuters, Sabtu (8/11/2025), masalah utama bermula dari kebijakan industrial yang mendorong produksi kendaraan, terutama kendaraan energi baru (new energy vehicles/NEV). Hal tersebut dilakukan tanpa disesuaikan dengan permintaan konsumen yang realistis.
Saat ini, kapasitas produksi pabrik mobil di China mencapai dua kali lipat dari jumlah kendaraan yang diproduksi tahun lalu, yakni sekitar 27,5 juta unit. Kondisi ini mendorong munculnya praktik tidak lazim dalam distribusi dan penjualan mobil.
Kondisi ini membuat sejumlah diler menghadapi penumpukan stok hingga sulit menghasilkan keuntungan. Beberapa produsen dan diler bahkan melakukan registrasi massal dan asuransi mobil baru yang belum terjual agar dapat mencatatnya sebagai kendaraan "terjual".
Alasan diler sulit menjual kendaraan adalah kota pinggiran dengan penduduk 21 juta jiwa, sebuah showroom di pusat perbelanjaan menawarkan sekitar 5.000 unit mobil dengan diskon besar. Bahkan, beberapa mobil Audi buatan lokal dijual dengan potongan harga hingga 50 persen.
"Jika Anda berhasil menjual 16 dari 20 unit target bulan itu, lalu apa yang akan dilakukan dengan empat unit sisanya pada hari terakhir bulan? Menjual mobil itu meskipun dengan harga murah akan membuatnya memenuhi bonus sekitar 80.000 yuan atau sekitar Rp182 juta, dan hampir impas” kata seorang diler," kata seorang pengelola diler.