"Penulis akan dipaksa untuk menemukan elemen baru agar lebih kreatif dan relevan," katanya.
Cerasa berinteraksi setiap hari dengan program AI-nya dan sering terkejut dengan hasilnya. "Hal yang paling misterius, hal yang paling luar biasa, adalah rasa ironinya yang langsung terasa nyata," kata Cerasa.
"Jika Anda memintanya untuk menulis artikel ironis tentang topik apa pun, AI tahu cara melakukannya."
Ia menambahkan bahwa AI juga mahir dalam membuat ulasan buku, mampu menganalisis buku setebal 700 halaman dan menghasilkan kritik yang mendalam hanya dalam hitungan menit.
AI perlu diberi tahu apakah akan memberikan ulasan tersebut secara positif atau negatif, yang mengubahnya menjadi "pembunuh bayaran" atas perintah siapa pun yang ada di balik keyboard.
Kurangnya pemikiran kritis ini menjadi kendala, kata Cerasa. "Jika Anda memberi jurnalis arahan untuk sebuah artikel, bagi saya senang mendengar mereka berkata 'tidak', mendengar mereka tidak setuju dengan Anda. Diskusi ini mendasar tetapi tidak terjadi dengan AI."
Ia juga mencatat adanya kesalahan fakta yang terjadi sesekali dan mengatakan pihaknya tidak selalu memperbarui basis pengetahuannya, dengan alasan penolakan terus-menerus untuk mengakui bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memenangkan pemilihan ulang pada 2024.
(Rahman Asmardika)