Kriminal siber di Pakistan memadukan taktik digital dengan sistem keuangan informal untuk mencuci uang secara daring, sehingga asal‑usul dana ilegal tersamarkan. Selain jaringan hawala dan hundi yang menjadi tulang punggung, pelaku kian beralih ke aset kripto, mengonversi hasil curian ke Bitcoin atau USDT melalui bursa tidak teregulasi, lalu menyebarkannya ke banyak dompet dan layanan mixing untuk menghapus jejak.
Metode lain melibatkan situs e‑commerce dan donasi palsu sebagai kedok transaksi sah atau sumbangan, yang sering lenyap setelah dana “dibersihkan”. Aplikasi pembayaran seluler seperti JazzCash dan Easypaisa turut dieksploitasi, dengan pembukaan banyak akun memakai identitas dan SIM curian, serta pengaturan transaksi agar tetap di bawah ambang pelaporan.
Selain itu, judi daring ilegal dan aplikasi trading tidak teregulasi dipakai untuk memutar dana lewat taruhan atau transaksi fiktif, lalu ditarik sebagai “kemenangan”. Bersama‑sama, metode ini membentuk jejaring penipuan finansial kompleks yang menantang otoritas dan merusak kepercayaan digital.
Keterlibatan pelaku Pakistan di pusat kejahatan siber Asia Tenggara—terutama Kamboja, Laos, dan Myanmar—kian menonjol dalam jaringan kriminal lintas negara. Mereka teridentifikasi pada sejumlah peran inti dalam operasi penipuan. Banyak yang direkrut ke “kompleks penipuan” dengan janji pekerjaan sah, lalu dipaksa melakukan penipuan daring, menyamar sebagai pejabat, dan menyasar korban di seluruh dunia. Yang lain menjadi spesialis teknis, menyiapkan situs phishing, caller ID palsu, dan sistem malware yang memfasilitasi kecurangan finansial. Sejumlah warga Pakistan juga berperan dalam pencucian uang melalui jalur perbankan bawah tanah seperti hawala, sering berkoordinasi dengan sindikat Tiongkok dan Asia Tenggara. Selain itu, ada yang bertindak sebagai perekrut dan perantara, memikat korban dengan tawaran kerja palsu di Dubai atau Singapura untuk kemudian memperdagangkan mereka ke pusat penipuan di Kamboja dan Laos.