Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Matahari Buatan Korsel Cetak Rekor, Catat Suhu Lebih Panas dari Matahari Asli

Tangguh Yudha , Jurnalis-Senin, 01 April 2024 |11:16 WIB
Matahari Buatan Korsel Cetak Rekor, Catat Suhu Lebih Panas dari Matahari Asli
Reaktor fusi KSTAR. (Foto: KFE)
A
A
A

JAKARTA – Reaktor fusi yang juga difungsikan sebagai Matahari buatan Korea Superconducting Tokamak Advanced Research (KSTAR) milik Korea Institute of Fusion Energy (KFE) di Korea Selatan telah mencetak rekor baru dengan mencatat suhu tertinggi, yang lebih panas dari Matahari asli.  

Dilansir Interesting Engineering, Senin (1/4/2024), para peneliti yang mengerjakan proyek KSTAR mengatakan bahwa selama pengujian antara Desember 2023 dan Februari 2024, Matahari buatan tersebut memecahkan rekor baru untuk proyek reaktor fusi. 

Pada pengujian tersebut, KSTAR berhasil mempertahankan suhu 212 derajat Fahrenheit atau 100 juta derajat Celcius selama 48 detik. Sebagai perbandingan, suhu inti Matahari asli sendiri adalah 27 juta derajat Fahrenheit atau 15 juta derajat Celcius, yang artinya KSTAR mencapai suhu 7 kali lipat lebih panas. 

Capaian tersebut merupakan kesuksesan terbaru KSTAR setelah banyak kesuksesan sebelumnya. Misalnya, pada 2021, KSTAR mencetak rekor baru dengan berlari pada suhu satu juta derajat dan mempertahankan plasma super panas selama 30 detik. 

Untuk diketahui, fusi adalah proses yang meniru proses yang sama yang menghasilkan cahaya dan panas dari bintang. Hal ini melibatkan penggabungan hidrogen dan elemen ringan lainnya untuk melepaskan tenaga luar biasa yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik tanpa batas dan tanpa karbon. 

Menurut Dewan Riset Sains & Teknologi Nasional (NST) Korea, menciptakan teknologi yang dapat mempertahankan plasma bersuhu tinggi dan berdensitas tinggi di mana reaksi fusi terjadi paling efektif dalam jangka waktu lama sangatlah penting. 

 

Menurut NST, rahasia di balik pencapaian besar ini adalah pengalih tungsten. Ini adalah komponen penting yang terletak di bagian bawah bejana vakum dalam perangkat fusi magnetik. 

Mereka memainkan peran penting dalam mengeluarkan gas limbah dan kotoran dari reaktor sekaligus menahan beban panas permukaan yang besar. Tim KSTAR baru-baru ini beralih menggunakan tungsten sebagai pengganti karbon pada pengalihnya. 

Tungsten memiliki titik leleh tertinggi di antara semua logam, dan keberhasilan tim dalam mempertahankan mode H untuk jangka waktu yang lebih lama terutama disebabkan oleh keberhasilan peningkatan ini. NST melaporkan bahwa perubahan ini merupakan kemajuan yang signifikan. 

“Dibandingkan dengan pengalih berbasis karbon sebelumnya, pengalih tungsten baru hanya menunjukkan peningkatan suhu permukaan sebesar 25% di bawah beban panas serupa.  Hal ini memberikan keuntungan yang signifikan untuk operasi pembangkit listrik dengan pemanasan tinggi dengan pulsa panjang,” jelas NST. 

Keberhasilan pengalih tungsten dapat memberikan data yang sangat berharga untuk proyek Reaktor Eksperimental Termonuklir Internasional (ITER). ITER adalah megaproyek fusi internasional senilai USD21,5 miliar yang dikembangkan di Prancis oleh puluhan negara, termasuk Korea, China, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Rusia. 

 

Recharge News melaporkan bahwa ITER diperkirakan akan mencapai plasma pertamanya pada tahun 2025 dan ditugaskan sepenuhnya pada 2035. Tungsten akan digunakan pada pengalihnya sendiri. 

Suk Jae Yoo, Presiden Institut Energi Fusion Korea, telah mengumumkan bahwa penelitian ini adalah “lampu hijau” untuk mendapatkan teknologi inti yang diperlukan untuk “reaktor DEMO”, yang merupakan pembangkit listrik percontohan di masa depan. 

Timnya sekarang bertujuan untuk mengamankan teknologi inti yang diperlukan untuk pengoperasian ITER dan reaktor DEMO di masa depan. 

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita ototekno lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement