Lebih lanjut, diketahui bahwa keraguan tersebut didasarkan pada fakta bahwa tanaman yang ditemukan dalam temuan jejak kaki manusia itu merupakan tanaman akuatik. Di mana, jenis tanaman yang menyerap air ini kemungkinan akan menyerap kandungan karbon dari air itu sendiri.
Sehingga, masih ada kemungkinan bahwa kandungan karbon yang diteliti justru berasal dari air yang diserap tanaman tersebut selama hidupnya, bukan karbon yang berasal dari atmosfer.
Tidak menyerah, baru-baru ini metodologi lain diterapkan untuk memastikan klaim lebih lanjut. Tim dari USGS mengumpulkan serbuk sari tumbuhan runjung dari lapisan geologi yang sama dengan benih rumput parit yang ada pada temuan jejak kaki itu.
Hasilnya, meskipun memiliki sifat yang berbeda dengan tumbuhan akuatik yang ada pada temuan jejak kaki tersebut, tumbuhan runjung yang bersifat terestrial atau tidak menyerap karbon lain selain karbon dari atmosfer tetap menunjukkan penanggalan karbon antara 22.600 hingga 23.400 tahun yang lalu. Usia yang berada dalam kisaran klaim yang sudah dikatakan sebelumnya, yaitu 21.500 tahun.
Dengan demikian , tambahan hasil penelitian tersebut semakin membuktikan bahwa temuan jejak kaki manusia tertua berusia 21.500 tahun itu telah menandakan adanya kehidupan manusia di Amerika Utara pada masa Glasial terakhir.
“Zaman baru kita, dikombinasikan dengan bukti geologis, hidrologi, dan stratigrafi yang kuat,” kata Kathleen Springer, ahli geologi dari USGS, yang ikut memimpin penelitian.
“Dengan tegas ini mendukung kesimpulan bahwa manusia hadir di Amerika Utara selama Maksimum Glasial terakhir,” pungkasnya. (Chasna Alifia Sya’bana)
(Saliki Dwi Saputra )