JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus berupaya melindungi anak-anak Indonesia dari paparan konten berbahaya di media sosial. Seiring dengan semakin berkembangnya akses media sosial, langkah-langkah perlindungan pun terus ditingkatkan.
Terbaru, Komdigi mewajibkan verifikasi usia dalam penggunaan platform media sosial. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS).
Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Kementerian Komdigi, Fifi Aleyda Yahya, menyampaikan bahwa PP TUNAS bukan sekadar regulasi, melainkan fondasi kebijakan nasional demi memastikan keamanan anak di dunia maya.
“Kami mendorong platform digital untuk menyediakan fitur keamanan yang mudah digunakan, termasuk sistem klasifikasi usia serta kontrol orang tua. Ini bukan sekadar fitur tambahan, melainkan instrumen utama perlindungan anak,” jelas Fifi dalam keterangan resminya.
Melalui PP TUNAS, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) diwajibkan menyediakan parental control yang efektif, menetapkan privasi tinggi secara default untuk akun anak, serta melarang pelacakan lokasi dan profiling data anak untuk kepentingan komersial.
Fifi juga mengapresiasi langkah proaktif sejumlah platform digital yang telah menerapkan fitur keamanan anak, seperti Netflix.
“Fitur seperti parental control dan klasifikasi usia memberikan orang tua kendali lebih besar, sekaligus menghadirkan ketenangan karena anak-anak menjelajah ruang digital yang aman,” tuturnya.
PP TUNAS lahir di tengah meningkatnya ancaman digital terhadap anak-anak Indonesia. Data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) menunjukkan Indonesia berada di peringkat keempat dunia untuk kasus pornografi anak. Sementara menurut UNICEF, 89% anak Indonesia mengakses internet rata-rata 5,4 jam per hari, dan hampir separuhnya terpapar konten seksual.
“Dari akhir 2024 hingga pertengahan 2025, Komdigi menangani lebih dari 1,7 juta konten perjudian online dan hampir 500.000 konten pornografi,” ungkap Fifi.
Fifi menambahkan, pemerintah mendorong pendekatan tiga pilar: regulasi, edukasi, dan kolaborasi. Komdigi hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai penggerak ekosistem digital yang aman dan inklusif, khususnya bagi generasi muda.
“Anak-anak kita tumbuh di dunia di mana layar bisa menjadi guru, sahabat, sekaligus ruang bermain mereka. Maka, platform seperti Netflix bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga jendela literasi, budaya, dan interaksi global,” ujar Fifi.
(Rahman Asmardika)