JAKARTA - Gorila dikenal sebagai hewan yang kuat dan perkasa, khususnya gorila silverback yang bahkan tingginya bisa mencapai 1,8 meter dan berat 200 kilogram. Mereka juga memiliki otot murni yang sangat kuat sehingga dapat mengangkat beban lebih dari 800 kilogram, atau seukuran dua piano besar, tanpa kesulitan.
Namun, di balik kejantanan dan kekuatannya, terdapat fakta yang mengejutkan mengenai ukuran penis mereka. Gorila memiliki penis paling kecil dibandingkan ukuran tubuh dalam keluarga primata; dalam keadaan ereksi, panjang penis mereka hanya sekitar 3–6 cm, bahkan lebih pendek dibandingkan ukuran rata-rata bayi manusia yang baru lahir.
Ukuran ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan merupakan hasil dari proses evolusi. Dalam artikel UCL, Suzanne Harvey, Kepala Sekolah, Dampak, dan Kemitraan Nasional di Royal Institution, Inggris, mengatakan bahwa ukuran tubuh gorila yang besar kemungkinan menjadi penyebab mereka memiliki penis yang kecil.
Dalam masyarakat poligini yang sangat terstruktur, yakni di mana satu jantan dominan secara fisik dapat mengontrol reproduksi seluruh kelompok, alat kelamin mereka pada dasarnya kecil karena memang tidak perlu besar. Persaingan antarjantan terjadi melalui agresi fisik saja.
Sebagai perbandingan, spesies seperti simpanse berada dalam kelompok multi-jantan, di mana betina dapat berhubungan seks dengan banyak pejantan. Ini menimbulkan persaingan sperma di antara jantan.
Hal ini akhirnya mengakibatkan testis dan penis tumbuh lebih besar untuk memproduksi jumlah sperma yang lebih banyak dan lebih kuat. Ukuran testis simpanse dapat mencapai sepertiga dari bobot otaknya, demikian dilansir IFL Science.
Tak hanya penis yang kecil, penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa sperma gorila tidak hanya berjumlah sedikit, tetapi juga memiliki kualitas yang buruk: banyak di antaranya tidak bisa berenang, berbentuk tidak normal, dan kemampuannya untuk menembus sel telur sangat rendah.
Namun, karena pejantan dominan tidak memiliki pesaing seksual di dalam kelompok, kualitas sperma yang rendah tidak terlalu berpengaruh dalam proses evolusi mereka.
Dalam konteks kehidupan manusia, keadaan ini menjadi jauh lebih kompleks. Alat kelamin pria biasanya lebih panjang dan lebar dibandingkan primata lainnya, namun testisnya tetap kecil, yang menunjukkan bahwa sistem perkawinan manusia lebih dipengaruhi oleh dinamika sosial ketimbang persaingan fisik atau biologis.
Mark Maslin, seorang profesor Paleoklimatologi di UCL, juga menuturkan, "Dalam masyarakat manusia yang kompleks, organ seksual yang terbesar dan terpenting adalah otak." Hal ini disebabkan karena kecerdasan, status, dan sumber daya sangat memengaruhi kesempatan reproduksi."
(Rahman Asmardika)