Namun yang mengejutkan, para peneliti mencatat tidak ada perubahan besar pada kadar protein darah selama beberapa hari pertama puasa. Situasi ini kemudian berubah drastis setelah hari ketiga, ketika ratusan senyawa dengan dampak besar terhadap kesehatan mulai berfluktuasi secara liar.
Dengan mereferensikan temuan mereka dengan studi genetik yang menghubungkan berbagai protein ini dengan penyakit berbeda, penulis penelitian dapat memperkirakan konsekuensi kesehatan dari 212 senyawa plasma yang berubah selama puasa.
Misalnya, mereka menemukan bahwa tidak makan selama lebih dari tiga hari menyebabkan penurunan kadar plasma switch-associated protein 70 (SWAP70). Karena tingkat yang lebih rendah dari penanda ini telah dikaitkan dengan penurunan risiko rheumatoid arthritis (RA), para peneliti berspekulasi bahwa temuan ini “mungkin memberikan setidaknya sebagian penjelasan tentang hilangnya rasa sakit pada pasien dengan RA selama puasa berkepanjangan.”
Selain itu ada juga pengaruh pada protein yang disebut hypoxia up-regulated 1 (HYOU1), yang berhubungan dengan penyakit arteri koroner. Selama puasa, kadar senyawa ini terlihat menurun, menunjukkan bahwa periode tanpa makanan yang berkepanjangan mungkin berdampak menguntungkan pada kesehatan jantung.
Pada saat yang sama, para peneliti mengidentifikasi beberapa dampak kesehatan negatif yang terkait dengan puasa. Misalnya, mereka mengamati peningkatan faktor koagulasi XI, sehingga berpotensi meningkatkan risiko kejadian trombosis.