CAMBRIDGE - Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) dilaporkan telah mendeteksi kandungan logam tak terduga di sebuah galaksi kuno yang berjarak 350 juta tahun setelah Big Bang.
Laporan ini sebagai hasil studi yang dilakukan oleh para ahli astrofisika dalam Survei JWST Advanced Deep Extragalactic Survey (JADES), yang diketahui mampu meneliti wilayah langit untuk mencari galaksi awal yang redup.
Dengan melihat galaksi-galaksi awal alam semesta, JWST menyoroti sifat logam kuno yang penting dalam studi tentang Alam Semesta. Tanpa logam, planet berbatu tidak dapat terbentuk, begitu juga dengan kehidupan yang berlangsung saat ini.
BACA JUGA:
Dilansir dari situs Science Alert, Rabu (22/11/2023), ketika melakukan pengamatan dengan JWST, penelitian baru oleh tim yang bekerja dalam pengamatan JADES justru menemukan jumlah karbon tak terduga di galaksi kuno dekat Fajar Kosmik.
Temuan ini dituangkan dalam makalah berjudul JADES: Carbon enrichment 350 Myr after the Big Bang in a gas-rich galaxy, dengan penulis utamanya yang merupakan seorang ahli astrofisika di Kavli Institute for Cosmology, Francesco D’Eugenio.
Berdasarkan makalah tersebut, diperlukan waktu 65 jam bagi JWS untuk mengumpulkan data terkait logam karena galaksi yang sangat redup. Namun, dengan waktu yang lama itu, penjelasan terkait logam ini bahkan masih bersifat sementara.
Para peneliti hanya melaporkan deteksi karbon, namun tidak dapat memberi tahu kita secara pasti dari mana asalnya. Untuk menjelaskan hal ini, mereka menyebutnya sebagai salah satu kemungkinan “warisan supernova generasi pertama dari nenek moyang Populasi III”
BACA JUGA:
Meskipun demikian, temuan ini sekaligus telah menjadi deteksi transisi logam terjauh yang yang dapat memberikan informasi berharga tentang fase awal pengayaan kimia.
“Ini adalah deteksi transisi logam terjauh dan penentuan pergeseran merah terjauh melalui garis emisi,” jelas laporan tersebut.
“Ini juga merupakan bukti paling jauh dari pengayaan bahan kimia yang ditemukan hingga saat ini,” tulisnya lebih lanjut.
Di masa depan, para peneliti memperkirakan survei area luas dan lensa gravitasi akan membantu proses identifikasi lebih banyak galaksi, sehingga ukuran sampel yang lebih besar akan memberikan penjelasan yang juga lebih kuat.
Chasna Alifia Sya’bana
(Imantoko Kurniadi)