SEIRING dengan kecanggihan teknologi yang ada, maka para penjahat pun semakin ahli dalam membobol sebuah data. Jika tidak hati-hati, maka sudah pasti pencurian data bisa terjadi.
Nah, baru-baru ini bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi korban kejahatan digital. Pasalnya, meskipun menerapkan sistem keamanan digital yang terkini, selalu ada celah untuk membobol fata tersebut.
Diungkap pengamat keamanan siber, Teguh Aprianto, BSI telah menjadi korban ransomware. Tak tanggung-tanggung, total data yang bocor mencapai 1,5 TB.
"Setelah kemarin seluruh layanan @bankbsi_id offline selama beberapa hari dgn alasan maintenance, hari ini confirm bahwa mereka menjadi korban ransomware," ungkap teguh dalam sebuah cuitan di Twitternya.

Teguh memaparkan bahwa dari seluruh data yang dicuri, 15 juta diantaranya adalah data pengguna dan password untuk akses internal dan layanan yang digunakan bank. Tak berhenti di situ, Teguh juga menyebut kebocoran data mencakup juga data karyawan, dokumen keuangan, dokumen legal, NDA, dan masih banyak lagi.
"Data pelanggan yang bocor diantaranya: nama, nomor hp, alamat, saldo rekening, histori transaksi, tanggal pembukaan rekening, informasi pekerjaan, dan lain-lain," ujarnya.
Lebih lanjut Teguh mengatakan bahwa semua bank lokal sama rentannya untuk mengalami kebocoran data seperti yang terjadi pada BSI. Menurutnya, meskipun pengamanan digital diperlukan tapi peran manusia juga tidak kalah besarnya.
"Intinya di mitigasi dan damage controlnya. Kalau ada bank yang kena ransomware dan sampai lumpuh berhari-hari itu nunjukin betapa kacaunya infrastruktur mereka," pungkasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)