JAKARTA - Tim peneliti dari Universitas RMIT, Australia menunjukkan alternatif baru dalam membuat baterai yang tahan lama dan lebih ramah lingkungan. Mereka telah membuat sebuah purwarupa baterai peralatan elektronik menggunakan Proton, yang akan menggantikan penggunaan Lithium-Ion.
Dalam sebuah laporan terbaru, baterai yang menggunakan Proton sebagai sumber energi ini terbukti dapat diisi kembali. Tentu saja, hal ini merupakan sebuah terobosan bagus bagi industri baterai di seluruh dunia.
Mengutip dari laman Digital Trends, para peneliti pun menyatakan bahwa mereka membutuhkan waktu setidaknya lima hingga delapan tahun untuk mengembangkan baterai ini. Mereka yakin, baterai dengan inti Proton tersebut dapar bersaing dengan baterai Lithium-Ion.
“Baterai Lithium-Ion memang berfungsi dengan baik, namun material yang digunakan untuk membuat baterai ini sangat mahal,” ujar ketua peneliti John Andrews.
Lebih lanjut Andrew mengatakan jika memang ada alternatif materi inti lain untuk membuat sebuah baterai. Namun dia yakin harganya juga akan jauh lebih mahal. “Teknologi Hidro juga baik, namun harganya sangat mahal,” tambahnya.
Andrew juga mengatakan bahwa jumlah kebutuhan dalam konsumsi energi di dunia akan terus meningkat, terlebih lagi sumber daya yang dapat dibawa kemana-mana. Dia percaya, jika baterai Proton dapat memiliki potensi untuk mengatasi masalah tersebut.