Era Digital Hadirkan Tantangan Perlindungan Bagi Anak-Anak

Shabila Dina, Jurnalis
Kamis 20 Februari 2025 12:05 WIB
Foto: Shabila/Okezone.
Share :

JAKARTA Google bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi) secara resmi meluncurkan Google Play Protect spada Hari Keamanan Berinternet 2025, Selasa, (18/2/2025). Pada kesempatan itu, Google juga menghadirkan diskusi panel tentang perlindungan anak dalam menggunakan perangkat digital, yang diisi oleh para pakar dari berbagai bidang terkait.

Diskusi yang berlangsung membahas mengenai tatangan serta peluang yang dihadapi terkait penggunaan perangkat digital oleh anak-anak.

Peluang dan Tantangan Dunia Digital Bagi Anak-Anak

Kepala Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik, Youtube Indonesia, dan Asia Tenggara, Danny Ardianto yang hadir sebagai salah satu panelis menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam penggunaan teknologi digital adalah memastikan keamanan, kesehatan, dan manfaat positif bagi anak-anak.

Menurutnya, keamanan bukanlah tujuan akhir, melainkan fondasi penting agar penggunaan teknologi dapat berjalan sehat dan positif. Dengan fondasi keamanan, anak-anak dapat terhindar dari risiko fisik maupun mental, seperti konten yang tidak sesuai usia atau potensi bahaya lainnya.

“Aman itu adalah fondasi, jadi aman dari segala resiko, bahaya, baik itu fisik mau pun mental kemudian itu menjadi fondasi agar penggunaan teknologi bagi anak itu sehat artinya tidak berlebihan dan tidak membahayakan kemudian positif. Jadi digunakan hal-hal edukasi, hal hal yang mendorong kehidupan sehari-hari yang positif. Karena kalo aman saja artinya masih basic,” jelas Danny.

Di sisi lain, dunia digital juga menghadirkan peluang yang sangat besar bagi anak-anak, terutama dengan semakin meluasnya infrastruktur internet di Indonesia yang kini telah masuk hingga ke desa-desa terpencil. Untuk memanfaatkan peluang ini, berbagai organisasi dan lembaga hukum, termasuk unit cybercrime, telah berupaya melindungi anak-anak dari bahaya di dunia maya.

“Tetapi peluang itu juga sebaiknya bagaimana bisa dimanfaatkan untuk meminimalisasi akses negative ketika anak berada dalam dunia internet yang tidak aman, tidak nyaman, dan tidak sehat juga. Artinya ada gangguan-gangguan yang menyebabkan bukan dari anak tetapi dari luar yang mengganggu anak-anak sehingga anak-anak akhirnya terpapar dengan konten-konten yang membahayakan dirinya dan masa depan,” pungkas Ketua Board ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian dalam sesi diskusi yang sama.

 

Perspektif Orang Tua: Keseimbangan dan Nilai Keluarga

Founder Komunitas Parent Talk, Nucha Bachri mengungkapkan bahwa tantangan terbesar bagi orang tua modern adalah menentukan batasan dalam penggunaan perangkat digital. Anak-anak, terutama yang masih kecil, rentan terhadap overstimulasi karena terbiasa dengan segala sesuatu yang serba instan.

“Kita bahkan untuk orang tua pun banyak belajar dari internet. Tapi ternyata buat anak-anak tuh satu potensi untuk overstimulasi segala sesuatunya terasa lebih instan, apa yang mereka mau tinggal dipencet aja,”

Nucha menekankan bahwa setiap keluarga memiliki nilai dan aturan masing-masing terkait penggunaan teknologi. Dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, batasan yang diterapkan akan lebih mudah dipahami dan dijalankan.

“Karena kalo kita bilang anak-anak secukupnya aja main internet atau game online, tapi secukupnya itu seberapa sih karena setiap keluarga punya value masing-masing,” jelasnya.

Bagi Co-Founder Kanal Youtube “Kok Bisa”, Ketut Yoga Yudistira konten edukasi sangat diperlukan untuk mendorong anak mendapatkan hal-hal positif selama berselancar di dunia digital. Menurut Yoga, internet tidak seharusnya hanya berisi konten negatif dan dengan platform seperti "Kok Bisa" yang menyediakan konten-konten edukasi positif anak-anak dapat belajar di luar sekolah melalui video-video yang dirancang untuk semua usia.

Upaya Google dan Pemerintah dalam Melindungi Anak dari Kecacatan Internet

Sebagai perusahaan teknologi, Google memiliki peran besar dalam menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak-anak. Perwakilan Google dalam diskusi tersebut menjelaskan tiga prinsip utama mereka yakni, melindungi (to protect) melalui aplikasi family link untuk mengatur penggunaan perangkat anak, menghormati (to respect) karena setiap keluarga memiliki nilai berbeda dalam mendidik, dan memberdayakan (to empower) setiap anak di seluruh Indonesia.

Smeentara itu Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid yang juga hadir dalam acara tersebut menyoroti pentingnya peningkatan dan penguatan regulasi untuk melindungi anak-anak dari resiko dampak buruk internet. Pemerintah berupaya untuk terus memperkuat regulasi dengan membuat aturan baru.

 

“Sebagai langkah konkrit, pemerintah telah memperkuat regulasi UU No. 1 Tahun 2026 tentang ITE dengan melakukan penyusunan tata kelola perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik yang sudah memasuki tahap akhir," jelas Menkomdigi saat menyampaikan beberapa Key Notes di acara Peluncuran Google Play Protect, Jakarta Pusat, Selasa.

Menkomdigi menambahkan bahwa menurut survei NCMEC, Indonesia menduduki peringkat ke-4 di dunia dan peringkat ke-2 di kawasan ASEAN dalam jumlah kasus pornografi anak di ruang digital. Dengan hampir 54% anak memiliki pembatasan aktivitas online namun 22% di antaranya tidak mematuhi aturan ini. Tentunya ini menjadi fokus pemerintah untuk meregulasi ulang aturan-aturan yang sudah ada.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Ototekno lainnya