Setelah mendapatkan lisensi peluncuran, Relativity Space tidak sabar untuk melihat roket Terran 1 melakukan peluncuran.
Perusahaan yang berbasis di California ini memilih untuk tidak melakukan uji coba mesin terakhir dan langsung menetapkan tanggal peluncuran untuk penerbangan perdana roket yang dicetak melalui printer 3D ini.
Beberapa waktu lalu, Relativity Space mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan lisensi peluncuran dari Federal Aviation Administration dan siap untuk meluncurkan roket Terran 1 ke luar angkasa. Terran 1 dijadwalkan untuk diluncurkan pada 8 Maret.
"Ini merupakan perjalanan yang benar-benar liar untuk mencapai titik ini, dan tentu saja jauh lebih sulit daripada yang pernah saya bayangkan sebelumnya-tetapi semua perasaan saya dan tim kami saat kami memulai peluncuran bersejarah ini, ada masa depan yang sangat cerah untuk Relativity Space" ungkap Tim Ellis, salah satu pendiri dan kepala eksekutif Relativity Space, seperti yang dilansir dari Gizmodo.
Perusahaan ini telah merencanakan untuk melakukan satu tes terakhir sebelum lepas landas, yaitu menyalakan mesin tahap pertama roket di landasan.
Namun, Relativity Space memutuskan untuk melakukan peluncuran orbital setelah menimbang risiko menambah keausan pada roket dibandingkan membatalkan misi jika terjadi kesalahan, ungkap juru bicara Relativity. Juru bicara tersebut menambahkan bahwa mereka yakin akan keberhasilan uji coba penerbangan roket tersebut.
Misi yang diberi nama "Good Luck, Have Fun" ini dimaksudkan untuk menguji roket ringan yang dapat dibuang begitu saja saat upaya pertamanya mencapai orbit.
Terran 1 adalah roket dua tahap setinggi 33 meter yang 85% dicetak dengan teknologi printer 3D, menjadikannya sebagai "objek cetak 3D terbesar yang pernah ada yang mencoba melakukan penerbangan orbital," seperti yang diklaim oleh perusahaan tersebut.
Relativity Space sedang berupaya mencapai tujuannya untuk membuat roket tersebut 95% dicetak dengan printer 3D. Roket ini memiliki sembilan mesin Aeon pada tahap pertama dan satu Aeon Vac pada tahap kedua, serta menggunakan oksigen cair dan gas alam cair sebagai propelan.
Produsen roket tersebut telah menggunakan teknologi cetak 3D untuk membuat bagian roket sebelumnya, tetapi tidak pernah dalam skala sebesar ini. Debut roket ini akan menguji proses printer 3D milik Relativity Space, yang menggunakan printer logam 3D, kecerdasan buatan, dan robotika otonom untuk membuat roket.
Roket ini tidak memiliki jaminan akan berhasil dalam penerbangan perdananya, mengingat Relativity Space belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Semoga saja, Terran 1 bisa bertahan dari turbulensi dan gaya gravitasi yang dialami saat lepas landas dan tidak hancur berkeping-keping.
Relativity Space mungkin masih pemain baru di industri ini karena belum pernah mencapai orbit sebelumnya, tapi perusahaan ini sudah memiliki rencana besar. Terran 1 tidak akan membawa muatan apa pun pada penerbangan pertamanya, tetapi NASA telah menandatangani kontrak dengan Relativity Space untuk meluncurkan satelit kecil dengan roket tersebut.
Perusahaan ini juga sedang mengerjakan pengembangan Terran R, sebuah kendaraan peluncur yang dapat digunakan kembali dan sepenuhnya dicetak dengan teknologi 3D yang mampu meluncurkan 20 ton ke orbit rendah Bumi (lebih ringan dari roket SpaceX Falcon 9).
Meskipun belum terbang, perusahaan ini telah memiliki kontrak peluncuran senilai $1,2 miliar untuk perjalanan roket ke orbit di masa depan.
Terran R juga dapat digunakan untuk mengirimkan muatan sampai ke Mars. Perusahaan antariksa swasta Impulse Space berharap dapat meluncurkan Mars Cruise Vehicle dan Mars Lander dengan roket cetak 3D ini paling cepat tahun 2024.
Penerbangan uji coba Terran 1 yang akan datang akan memamerkan kemampuan Relativity Space dan apakah roket cetak 3D perusahaan ini benar-benar akan menjadi terobosan baru.
(Andera Wiyakintra)