Pada Selasa, Google menyatakan bahwa mereka memandang putusan tersebut sebagai sebuah kemenangan, dan mengatakan bahwa kebangkitan kecerdasan buatan (AI) kemungkinan berkontribusi pada hasil tersebut.
"Putusan hari ini mengakui betapa besarnya perubahan industri melalui kehadiran AI, yang memberi orang lebih banyak cara untuk menemukan informasi," kata Google dalam sebuah pernyataan setelah putusan tersebut, sebagaimana dilansir BBC.
"Ini menggarisbawahi apa yang telah kami sampaikan sejak kasus ini diajukan pada tahun 2020: Persaingan sangat ketat dan orang-orang dapat dengan mudah memilih layanan yang mereka inginkan," lanjut pernyataan tersebut.
Google telah membantah melakukan kesalahan sejak tuntutan pertama kali diajukan terhadapnya pada tahun 2020, dengan mengatakan bahwa dominasi pasarnya disebabkan mesin pencarinya merupakan produk yang lebih unggul dan lebih disukai konsumen dibanding yang lain.
Tahun lalu, Hakim Mehta memutuskan bahwa Google telah menggunakan metode yang tidak adil untuk memonopoli pasar pencarian daring, dengan secara aktif berupaya mempertahankan dominasinya hingga melanggar hukum AS.
Namun dalam putusannya, Hakim Mehta mengatakan bahwa penjualan penuh Chrome "tidak tepat untuk kasus ini".
Google juga tidak perlu menjual sistem operasi Android-nya, yang menjadi basis sebagian besar ponsel pintar di dunia. Perusahaan tersebut berargumen bahwa melepas sebagian operasinya, seperti Android, berarti operasi itu secara efektif akan berhenti berfungsi sebagaimana mestinya.
"Perintah penyelesaian hari ini menyetujui kebutuhan untuk memulihkan persaingan di pasar pencarian yang telah lama dimonopoli, dan kami sekarang sedang mempertimbangkan pilihan-pilihan kami serta mempertimbangkan apakah putusan penyelesaian tersebut cukup untuk mencapai tujuan itu," tulis Asisten Jaksa Agung Abigail Slater di X setelah putusan tersebut.