Sebaliknya, patung-patung tersebut dipatahkan di leher, pinggang, dan kaki. Ini merupakan sesuatu yang terlihat pada patung-patung firaun Mesir lainnya selama proses yang oleh para ahli Egiptologi modern disebut "penonaktifan ritual".
Bangsa Mesir kuno memandang patung-patung kerajaan "sebagai entitas yang kuat dan bahkan mungkin hidup," ujar Wong.
Ketika seorang firaun wafat, orang Mesir kuno biasanya menonaktifkan patung-patung mereka dengan mematahkannya di titik-titik lemah, yaitu di leher, pinggang, dan kaki, catat Wong.
"Deposit patung-patung yang dinonaktifkan telah ditemukan di berbagai situs di Mesir dan Sudan," kata Wong.
"Salah satu penemuan paling terkenal dalam sejarah arkeologi Mesir adalah Karnak Cachette, tempat ratusan patung firaun—dari berbagai abad—ditemukan dalam satu deposit. Sebagian besar patung telah 'dinonaktifkan'."
Ini bukan berarti Hatshepsut tidak menjadi sasaran penganiayaan politik setelah kematiannya.
"Tidak diragukan lagi Hatshepsut memang mengalami kampanye penganiayaan—di banyak monumen di seluruh Mesir, gambar dan namanya telah dihapus secara sistematis," kata Wong.
"Kita tahu bahwa kampanye penganiayaan ini diprakarsai oleh Thutmose III, tetapi kita tidak yakin mengapa."
(Erha Aprili Ramadhoni)