JAKARTA - Ketika sedang menaiki kereta, pastinya kita pernah melihat sekumpulan batu yang seakan tak ada habisnya yang melapisi sepanjang lintasan rel kereta. Tidak hanya di Indonesia saja, fenomena ini juga bisa ditemui di berbagai negara yang mengoperasikan kereta sebagai transportasi umumnya.
Jika dilihat dengan sekilas, batu-batu tersebut mirip seperti kerikil atau batuan biasa yang sering kita lihat sehari-hari. Namun, ternyata kerikil atau batu-batu yang melapisi rel kereta secara terpadu itu dikenal dengan sebutan track ballast atau pemberat rel.
Pemberat rel merupakan material yang berupa batu-batuan dan kerikil khusus yang membentuk landasan rel tempat bantalan rel kereta diletakkan dan diikatkan. Uniknya, bentuk dan tekstur batu-batu pada pemberat rel ini hampir selalu sama di seluruh dunia.
Batu-batu dalam pemberat rel memiliki permukaan yang tidak mulus dan ujung batu yang bergerigi sehingga membuat batu-batu ini saling mengunci satu sama lain dan tetap bertahan di posisinya dalam waktu yang relatif lama.
Penempatan batu-batu dalam pemberat rel ini juga tidak bisa sembarangan. Batu-batu ini dikemas di bawah, di antara dan di sekitar rel kereta. Biasanya ketebalan pemberat rel berkisar antara 25-30 cm dan bervariasi tergantung pada kondisi tertentu yang berkaitan dengan kondisi alam dan lokasi geografis rel kereta api.
Rel kereta terbuat dari baja dan material logam lainnya yang rentan terkena korosi dan berkarat. Hal ini bisa terjadi karena terus-terusan terpapar oleh kondisi alam, termasuk panas yang ekstrim dari matahari dan hujan yang terus menerus pada wilayah dan musim tertentu, tumbuh-tumbuhan yang secara organik tumbuh di sekitar rel dan keausan pada rel yang terjadi secara umum.