Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Banyak Kebocoran Data Pribadi, Presiden Perlu Segera Bentuk Komisi PDP

Tim Okezone , Jurnalis-Senin, 17 Juli 2023 |14:39 WIB
Banyak Kebocoran Data Pribadi, Presiden Perlu Segera Bentuk Komisi PDP
Ilustrasi Hacker. (Foto: Pixabay)
A
A
A

TERJADINYA serangan siber serta pencurian data pribadi warga Indonesia tentu membuat masyarakat cemas. Apalagi, diklaim data yang bocor tersebut merupakan data yang didapat dari lembaga pemerintahan dan korporasi,.

Tercatat, ada beberapa ransomware yang menyerang Garuda Indonesia dan Bank Syariah Indonesia. Selain itu, ada juga data paspor Indonesia yang diklaim diambil oleh hacker Bjorka pada data passport Dirjen Imigrasi, Data pelanggan Myindihome Telkom Indonesia serta berbagai data pribadi lainnya.

Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha menjelaskan, serangan siber yang paling akhir terjadi saat ini adalah pencurian data pribadi yang diklaim berasal dari Dukcapil (Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil) Kementerian Dalam Negeri.

"Informasi kebocoran data tersebut diunggah pada sebuah forum yang biasa dipergunakan untuk melakukan jual beli kebocoran data yang seorang hacker berhasil dapatkan pada tanggal 14 Juli 2023 oleh seseorang dengan nama samaran RRR," jelas Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC tersebut seperti dilansir dari keterangan tertulisnya.

"Data pribadi yang diklaim didapatkan oleh akun "RRR" tersebut berjumlah 337 juta data terkait penduduk Indonesia yang berhasil didapatkannya dari server dukcapil.kemendagri.go.id. Menurut pernyataan "RRR", dia juga berhasil mendapatkan total 7 table dimana yang ditawarkan untuk dijual saat ini adalah salah satu dari table tersebut. Dari tangkapan layar yang dibagikan, data yang ditawarkan tersbeut berasal dari table "data_penduduks"," papar Dr. Pratama Persadha.

Dia pun menambahkan, jika ada beberapa field yang sangat berbahaya bagi masyarakat terdampak kebocoran data ini karena terdapat field "NAMA_LGKP_IBU", dimana data nama lengkap ibu kandung ini biasanya dipergunakan sebagai lapisan keamanan tambahan di sektor perbankan. Pasalnya, nama lengkap ibu kandung biasanya akan diminta pada saat melakukan pembukaan rekening bank serta kartu kredit ataupun customer service.

"Dapat dibayangkan betapa berbahayanya data nama ibu kandung tersebut jika sampai data ini jatuh ke tangan orang yang akan melakukan tindakan kriminal dan penipuan terutama jika data tersebut digabungkan dengan kebocoran data lainnya," tuturnya.

Kebocoran data ini tentu saja sangat berbahaya bagi masyarakat yang datanya termasuk dalam data yang didapatkan oleh hacker tersebut, karena data pribadi yang ada tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk melakukan tindak kejahatan seperti penipuan.

"Yang lebih berbahaya lagi jika data pribadi tersebut dipergunakan untuk membuat identitas palsu yang kemudian dipergunakan untuk melakukan tindakan terorisme, sehingga pihak serta keluarga yang data pribadinya dipergunakan akan mendapat tuduhan sebagai teroris atau kelompok pendukungnya," kata pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah ini.

Melihat seringnya terjadi kebocoran data pribadi, pemerintah harus lebih serius dalam menerapkan hukum dan regulasi terkait dengan Pelindungan Data Pribadi. Dalam kasus kebocoran data, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab adalah perusahaan sebagai pengendali atau pemroses data, serta pelaku kejahatan siber yang menyebarkan data pribadi ke ruang publik. Untuk pihak-pihak yang berdomisili di Indonesia kita bisa menggunakan UU PDP pasal 57 sebagai dasar tuntutan.

"Hanya saja sanksi hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan oleh lembaga atau komisi yang dibentuk oleh pemerintah dalam hal ini adalah Presiden. Sehingga jika komisi PDP tersebut tidak segera dibentuk, maka pelanggaran yang dilakukan tidak akan dapat diberikan sanksi hukuman," katanya.

Jadi, yang perlu secepatnya dilakukan adalah segera membentuk komisi PDP sesuai amanat UU PDP pasal 58-pasal 60 UU PDP dimana lembaga pengawas PDP ini berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden, karena dengan melakukan pembentukan lembaga atau otoritas tersebut proses penegakan hukum serta pemberian sanksi bisa segera diterapkan.

"Sehingga diharapkan dengan diterapkan sanksi administratif serta sanksi hukum yang ada di UU PDP, pihak pihak yang terkait dengan data pribadi lebih perhatian terhadap keamanan data pribadi. Hal ini adalah supaya kasus-kasus insiden kebocoran data pribadi dapat diselesaikan dengan baik dan rakyat bisa terlindungi," kata dia.

(Martin Bagya Kertiyasa)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita ototekno lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement