Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Peneliti Temukan Fakta, Otak Manusia Masih Hidup Meskipun Jantung Sudah Mati

Martin Bagya Kertiyasa , Jurnalis-Selasa, 02 Mei 2023 |15:32 WIB
Peneliti Temukan Fakta, Otak Manusia Masih Hidup Meskipun Jantung Sudah Mati
Ilustrasi Otak Manusia. (Foto: Shutterstock)
A
A
A

KETIKA seseorang mendekati ajalnya, konon mereka akan mengalami flashback kehidupan yang telah mereka jalani. Kehidupan mereka melintas di depan mata mereka, saat-saat yang tak terlupakan pun akan terulang kembali.

Bahkan, beberapa orang merasakan bahwa mereka melihat diri mereka sendiri dari tempat lain di ruangan. Tapi, benarkah semua pengalaman itu? Ataukah itu hanya halusinasi semata?

Nah, sebuah penelitian yang memetakan aktivitas otak empat orang saat mereka sekarat, menunjukkan ledakan aktivitas di otak mereka setelah jantung mereka berhenti.

Para penulis mengatakan temuan tersebut, yang diterbitkan hari ini di Proceedings of the National Academy of Sciences, dapat menjelaskan bagaimana otak seseorang dapat memutar ulang memori sadar, bahkan setelah jantung berhenti.

“Ini menunjukkan bahwa kita mengidentifikasi penanda kesadaran jernih,” kata Sam Parnia, ahli paru di New York University Langone Medical Center seperti dilansir dari Science.org.

Meskipun kematian secara medis didefinisikan saat jantung berhenti berdetak secara permanen, penelitian terbaru menunjukkan bahwa aktivitas otak pada banyak hewan dan manusia dapat berlanjut selama beberapa detik bahkan berjam-jam.

Pada 2013, ahli saraf Universitas Michigan Jimo Borjigin dan timnya menemukan bahwa otak tikus menunjukkan tanda-tanda kesadaran hingga 30 detik setelah jantung berhenti berdetak. “Kami memiliki konsep biner hidup dan mati yang kuno dan ketinggalan jaman,” katanya.

Namun, terlepas dari banyak laporan selama ratusan tahun dari orang-orang yang mengalami kematian klinis atau hampir mati, Borjigin menyebut bahwa kita hampir tidak tahu apa-apa tentang aktivitas otak selama proses sekarat.

Untuk studi saat ini, dia dan timnya melihat catatan medis dari empat orang yang koma dan bergantung pada alat bantu hidup, mereka pun memasangkan elektroensefalografi (EEG) atau alat pengkur gelombang otak. Tak satu pun dari pasien memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.

Hasilnya, sinyal listrik yang bergerak melintasi permukaan otak setiap pasien: sebelum dan sesudah dokter melepas ventilator mereka, selama detak jantung terukur terakhir setiap pasien, dan hingga semua aktivitas otak berhenti.

Beberapa detik setelah ventilator dilepas, dua otak pasien tiba-tiba menyala dengan ledakan aktivitas saraf dalam pola frekuensi tinggi yang disebut gelombang gamma berlanjut, saat jantung berhenti berdetak. Studi lain telah menemukan pola yang sama ketika orang sehat secara aktif mengingat ingatan, belajar, atau bermimpi, dan beberapa ahli saraf menghubungkan osilasi ini dengan kesadaran.

Dia pun tidak terkejut bahwa hanya dua dari empat orang dalam penelitian yang menunjukkan aktivitas gamma, mengingat bahwa tidak semua orang yang selamat dari kematian melaporkan ingatan atau pengalaman di luar tubuh. Borjigin mencatat bahwa dua orang yang otaknya menunjukkan aktivitas gamma, juga memiliki riwayat kejang, yang menurutnya bisa membuat otak mereka mengalami ritme abnormal.

Timnya juga melihat peningkatan aktivitas listrik di wilayah otak yang disebut persimpangan temporo-parieto-oksipital, yang diyakini terlibat dalam kesadaran dan diaktifkan selama mimpi, kejang, dan halusinasi di luar tubuh. Dia berpikir ledakan aktivitas otak adalah bagian dari mode bertahan hidup yang diketahui masuk ke otak setelah kekurangan oksigen.

Studi telah menemukan bahwa organ mulai melepaskan banyak molekul pemberi sinyal dan menciptakan pola gelombang otak yang tidak biasa untuk mencoba menyadarkan dirinya sendiri, bahkan saat mematikan tanda-tanda kesadaran eksternal. “Itu seperti menutup pintu ke dunia luar dan mengurus internal karena rumahnya terbakar,” katanya.

Borjigin berharap dapat mereplikasi temuannya dengan berkolaborasi dengan pusat medis lain untuk mempelajari aktivitas otak pada pasien yang sekarat. Menemukan beberapa jawaban tentang bagaimana proses kematian terjadi akan sangat penting, karena kematian adalah semacam misteri.

(Martin Bagya Kertiyasa)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita ototekno lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement