LABUAN BAJO - Penerapan teknologi 5G di Indonesia masih terkendala pemilihan frekuensi. Heru Sutadi, pengamat telekomunikasi menceritakan bagaimana dahulu Indonesia sebelum masuk ke era 3G.
Heru mengungkapkan bahwa pada 2006 Indonesia masih diselimuti dengan sinyal GPRS dan Edge (2G), jaringan 3G kala itu masih belum ada. Beberapa operator pun menurut Heru masih belum berani untuk membawa 3G. Pasalnya, kala itu daya beli masyarakatnya rendah dan penetrasi internet kala itu belum sebesar sekarang.
"Perkembangannya di 2006 itu khawatir laku tidak, tapi beruntung ya dalam perkembangannya sudah mengenal Friendster ke Facebook. Lalu pada 2008 penggunaan data itu sangat cepat. Kemudian kita berkembang lagi mengembangkan 4G, dan baru kemarin kita berbicara 5G," kata Heru dalam acara Kumpul Media Huawei di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kamis (12/12/2019).
Lebih lanjut, Heru juga mengungkapkan tantangan lainnya, sebelum jaringan 3G masuk, jaringan tersebut belum memiliki frekuensi.
"Di 900Mhz itu kan penuh karena ada Flexi dan Smartfren, yang dilakukan pemerintah kala itu memindahkan frekuensi. Yang dilakukan waktu itu Flexi dipindah ke 800Mhz, lalu Smartfren ke 2100Mhz. Kemudian kita bisa pakai 3G, yang menarik juga waktu adopsi 4G ada problem juga. Saat membuka 4G di 2,3 Ghz itu tidak umum secara internasional. Pemerintah mengubah frekuensi 900Mhz untuk 4G," lanjut Heru.
 
Baca juga: Teknologi 5G Atasi Kesenjangan Digital hingga Ciptakan Bisnis Baru