Wacana pemindahan Ibu Kota negara sebelumnya telah dicetuskan sejak era Presiden Pertama RI, Soekarno, namun jika diselisik lebih jauh, wacana pemindahan ibu kota sudah berlangsung sejak lama, bahkan saat zaman penjajahan. Pada 2017, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), wacana pemindahan ibu kota negara kembali ramai diperbincangkan. Lewat Bappenas, wacana pemindahan ibu kota negara pun terus digodok dan akhirnya Presiden Jokowi beberapa waktu lalu telah memutuskan akan memindahkan Ibukota Indonesia ke luar Pulau Jawa.
Awalnya ada tiga pulau yang akan dipilih sebagai alternatif yaitu Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan, bahkan pemerintah sudah mengundang kepala daerah dari kepulauan yang disebutkan diatas minus Sumatra untuk mendiskusikan rencana pemindahan Ibu Kota tersebut yang dipimpin oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas.
Bahkan Presiden Jokowi beserta beberapa anggota Kabinet Kerja sudah mengunjungi Kaltim dan Kalteng. Lokasi pertama yang dikunjungi adalah kawasan Bukit Soeharto di Kabupatan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang terletak di antara dua kota besar yakni Balikpapan dan Samarinda. Setelah itu Jokowi terbang ke Palangka Raya untuk mengunjungi kawasan yang disebut sebagai 'segi tiga emas' di Kalimantan Tengah yaitu Kabupaten Tanah Mas, Katingan dan Pulang Pisau. Namun Jokowi kemudian hanya mengunjungi Tanah Mas, dan batal ke kedua kabupaten lainnya.
Pemindahan ibu kota juga sejalan dengan fokus dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional untuk lima tahun ke depan. Pemerintah ingin mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa. Karena itu, ada beberapa alasan pemindahan ibukota di antaranya banjir tahunan dan Kemacetan kota Jakarta yang semakin parah serta kepadatan penduduk Jakarta.
Tapi di lain sisi untuk membangun Ibukota baru membutuhkan ketersediaan lahan yang cukup di samping ketersediaaan air dan bebas dari bencana dan last but not least anggaran dan biaya. Kajian dari Bappenas diperkirakan akan menelan anggaran antara Rp.323 hingga Rp.466 Triliun dan akan memakan waktu sekitar 10 tahun hingga selesai secara keseluruhan.
Harapan pemindahan Ibukota dari Jakarta ke ibukota baru yang sudah mengerucut Ke Pulau Kalimantan ini tentunya ingin mengikuti kisah sukses dari beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat yang memindahkan ibukota dari New York ke Washington DC pada tahun 1800, Jepang yang memindahkan ibukota dari Kyoto ke Tokyo pada tahun 1959, Brazil yang memindahkan ibukota dari Rio De Janeiro ke Brazilia pada tahun 1960, Australia yang memindahkan ibukota dari Melbourne ke Canberra pada tahun 1913, Malaysia yang memindahkan ibukota dari KL ke Putrajaya pada tahun 1999. Dalam pembicaraan tentang pemindahan ibu kota negara yang terpisah dari pusat bisnis, ibukota Australia Canberra termasuk yang sering disebut sebagai rujukan.
Ibu kota yang baru perlu Infrastruktur yang baik dan terintegrasi mulai dari infrastruktur ekonomi meliputi semua prasarana umum seperti jalan, air bersih (pipa), sanitasi, waduk, tanggul, kanal, pengolahan limbah, pelistrikan, stasiun kereta api, bandara, pelabuhan, terminal bus hingga Infrastruktur Digital (ICT) maupun Infrastruktur Sosial seperti perumahan, rumah sakit, sekolah, universitas, tempat beribadah, stadion, taman kota dan tempat hiburan, berkaca pada masalah-masalah yang telah terjadi di pembangunan infrastruktur Jakarta.
Dalam pembangunan ekonomi, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu aspek penting dalam pemindahan Ibu Kota. Tidak bisa dimungkiri laju pertumbuhan ekonomi negara tidak lepas dari pengaruh infrastruktur yang ada di negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi ini pada akhirnya juga akan memengaruhi kesejahteraan masyarakatnya.