Kejar Target Net Zero Emission 2060, Pengembangan Bioenergi Perlu Regulasi dan Insentif Menarik

Wahyu Sibarani, Jurnalis
Kamis 09 November 2023 19:37 WIB
Ilustrasi energi terbarukan. (Doc. Freepik)
Share :

 

JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu menyiapkan regulasi yang komprehensif dan terintegrasi untuk menunjang pengembangan bioenergi di Tanah Air.

Selain itu diperlukan juga insentif yang menarik seperti pajak, subsidi serta dukungan teknis dalam pemasaran bioenergi.

Langkah-langkah itu perlu dilakukan agar upaya maksimalisasi bioenergi bisa membantu pemerintah dalam mencapai target Net Zero Emission di 2060. Hal itu diungkap oleh Akhmad Hanan, peneliti dari Purnomo Yusgiantoro Center dalam webinar bertajuk "Potensi dan Tantangan Pengembangan Bioenergi dalam Kontribusi pada Capaian Program Net Zero Emission 2060" Kamis (9/11/2023).

Akhmad melanjutkan saat ini beberapa negara seperti Amerika Serikat, Brasil, dan negara-negara di Uni Eropa telah menerapkan kebijakan fiskal dan non-fiskal untuk mendukung pengembangan bioenergi. Hal itu dilakukan karena upaya penekanan emisi harus dilakukan secara holistik.

"Beberap negara malah telah menerapkan praktik pengelolaan biomassa yang berkelanjutan. Contohnya penanaman pohon energi, pengelolaan limbah pertanian, dan penggunaan biomassa yang tidak bersaing dengang pangan," terang Akhmad.

Hanya saja dia memang mengakui pengembangan bioenergi memang memiliki keuntungan dan kekurangan tersendiri. Di satu sisi bioenergi merupakan sumber energi bersih yang tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Selain itu bioenergi juga merupakan sumber energi yang dapat diproduksi di dalam negeri sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Bahkan pengembngan bioenergi juga dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian nasional.

"Hanya saja bioenergi memang memiliki biaya produksi yang relatif tinggi. Biayanya berkisar antara USD0,15 hingga USD0,70 per kWh. Bisa dibandingkan dengan listrik dari batubara yang hanya USD0,04 hungga USD0,10 per kWh," terangnya.

Tidak hanya itu menurut Akhmad pengembangan bioenergi juga membutuhkan ketersediaan biomassa yang cukup. Jadi langkah-langlah cermat dan mendetail sangat diperlukan untuk pengembangan bioenergi.

Senada dengan Akhmad Hanan, akademisi dari Institut Pertanian Bogor, Dwi Setyaningsih mengatakan pengembangan yang kurang matang justru akan menjadikan bioenergi jadi kurang kompetitif.

Salah satu contohnya pernah dirasakan oleh masyarakat Indonesia ketika mengembangkan salah satu hasil bioenergi yakni bioetanol dari jagung.

Pada 2016 pemerintah mendukung proses pembuatan bioetanol jagung skala rumahan. "Saat itu banyak disosialisasikan bioetanol skala kecil dari bahan jagung. Tapi produknya kurang kompetitif dan prosesnya juga sangat panjang," terangnya. 

Saat itu menurut dia jauh lebih mudah mengubah minyak jadi biodiesel dibanding unsur pati jadi bioetanol.

"Jadi tantangan pengembangan bioenergi adalah masalah keekonomian. Banyak jenis produk bioenergi, tapi tidak banyak yang sampai ke pasar dan tidak kompetitif dengan bahan bakar fosil," pungkasnya.

(Imantoko Kurniadi)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Ototekno lainnya