Senada dengan Akhmad Hanan, akademisi dari Institut Pertanian Bogor, Dwi Setyaningsih mengatakan pengembangan yang kurang matang justru akan menjadikan bioenergi jadi kurang kompetitif.
Salah satu contohnya pernah dirasakan oleh masyarakat Indonesia ketika mengembangkan salah satu hasil bioenergi yakni bioetanol dari jagung.
Pada 2016 pemerintah mendukung proses pembuatan bioetanol jagung skala rumahan. "Saat itu banyak disosialisasikan bioetanol skala kecil dari bahan jagung. Tapi produknya kurang kompetitif dan prosesnya juga sangat panjang," terangnya.
Saat itu menurut dia jauh lebih mudah mengubah minyak jadi biodiesel dibanding unsur pati jadi bioetanol.
"Jadi tantangan pengembangan bioenergi adalah masalah keekonomian. Banyak jenis produk bioenergi, tapi tidak banyak yang sampai ke pasar dan tidak kompetitif dengan bahan bakar fosil," pungkasnya.
(Imantoko Kurniadi)