JAKARTA- Penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) semakin populer di 2019. Sepanjang 2020 diprediksi pemakaian AI akan semakin meningkat. Bahkan baru-baru ini Presiden Joko Widodo sudah mengungkapkan keinginan memangkas birokrasi dan sebagai gantinya akan memakai AI untuk urusan birokrasi yang tidak rumit.
Meskipun teknologi AI membuat pekerjaan lebih efisien, AI juga akan menjadi cara baru untuk para peretas melakukan kejahatan siber. Menurut Chairman lembaga riset siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center, Pratama Persadha mengungkapkan bahwa ancaman serangan siber di 2020 akan membawa masyarakat dunia pada level baru, para peretas yang memanfaatkan AI.
Menurutnya perkembangan AI tidak hanya terjadi di industri dan dunia birokrasi. Peretas juga mengembangkan AI untuk melahirkan malware dan ransomware yang mampu melakukan pembelajaran dan menambah peluang untuk berhasil melakukan satu serangan. Dengan AI, malware, ransomware, virus, trojan terus akan berkembang dan mampu memperbaiki kelemahannya saat melakukan operasi.
Baca Juga: Samsung Galaxy Fold 2 Bakal Dijual Sebelum Galaxy S11
“Perkembangan AI memang sangat menggembirakan, bahkan menjadi solusi di berbagai tempat. Namun kita juga wajib antisipasi bahwa AI digunakan untuk mengembangkan perangkat serangan siber yang lebih canggih, sebuah parasit di wilayah siber yang bisa berpikir seperti manusia,” jelas Pratama dalam keterangan resminya, Selasa (31/12/2019).
Menurut Pratama serangan malware akan meningkat. Data BSSN menunjukkan Januari - September 2019 ada 129 juta serangan, angka tersebut bisa jadi akan jauh lebih besar karena serangan tak semuanya terpantau dan dilaporkan korban.
“Selain AI yang digunakan para peretas untuk melakukan evolusi pada malware, netizen tanah air juga akan dipusingkan oleh serangan yang menyasar aplikasi populer. Tak hanya peretasan saja, aksi memanipulasi juga bisa dilakukan orang biasa tanpa kemampuan hacking. Contohnya dalam kasus akun GoPay Maia Estianti,” kata dia.