Selain dari sisi masyarakat, bisnis juga perlu memperkuat pertahanan terhadap ancaman siber. Ancaman yang umum terjadi selama periode puncak liburan termasuk serangan APK (perangkat lunak berbahaya yang menargetkan aplikasi seluler), taktik rekayasa sosial seperti deepfake, penipuan phishing, yang mengecoh individu untuk membagikan informasi sensitif, serta serangan ransomware, yang dapat mengunci sistem penting sampai permintaan uang tebusan dibayarkan. Selain itu, serangan Distributed Denial of Service (DDoS) dapat membanjiri situs web ritel dengan traffic, sehingga menyebabkan potensi downtime dan mengganggu pengalaman pelanggan.
Melalui integrasi deteksi ancaman, respons, dan perlindungan data yang komprehensif ke dalam framework Zero Trust, perusahaan dapat meningkatkan visibilitas, merampingkan operasi keamanan, dan memungkinkan respons ancaman secara real-time. Pendekatan ini tidak hanya melindungi data sensitif, tetapi juga memastikan pengalaman pengguna yang bebas kendala serta menyeimbangkan perlindungan dan kenyamanan bagi konsumen.
"Dengan menumbuhkan budaya kewaspadaan dan keamanan secara proaktif, kita dapat melindungi diri kita sendiri dan orang lain dengan lebih baik, di tengah era ancaman siber yang terus berkembang," tutup Adi.
(Rahman Asmardika)