PEMERINTAH Amerika Serikat (AS) ternyata pernah menyiapkan uang sebesar 145 juta dolar AS atau setara Rp2,2 triliun kepada Elon Musk agar perusahan internet berbasis satelit miliknya, Starlink bersedia membantu Ukraina. AS berharap ribuan satelit Starlink yang ada di orbit Bumi bisa membantu Ukraina melawan invasi Rusia.
Tapi tawaran tersebut justru ditolak oleh Elon Musk. CEO Starlink dan Tesla itu justru memberikan gratis layanan Starlink. Hanya saja layanan itu tidak diberikan spesial buat Ukraina, tapi juga Rusia.

Hal itu sendiri terungkap dalam buku biografi Elon Musk yang ditulis oleh Walter Isaacson yang akan rilis pada 12 September 2023 nanti. Dalam biografi itu Elon Musk mengungkap banyak alasan mengapa dia akhirnya berada di pusaran krisis Rusia dan Ukraina.
Termasuk alasannya memilih menggratiskan layanan Starlink ketimbang menerima tawaran Rp2,2 triliun dari Amerika Serikat.
"Pentagon benar-benar sudah ingin menyerahkan cek Rp2,2 triliun kepada kami. Namun Elon Musk akhirnya bersikap lain," ucap Presiden Starlink, Gwynne Shotwell.
Elon Musk disebut punya alasan kuat untuk tidak memihak dan mengambil dana yang sangat besar itu. Dia justru tidak ingin layanan Starlink yang dia miliki justru jadi lebih bermanfaat buat salah satu pihak.
Dalam buku itu dibutkikan saat Elon Musk tiba-tiba mematikan layanan Starlink begitu mengetahui informasi rahasia adanya serangan drone kapal selam Ukraina lengkap dengan alat peledak besar akan menyerang armada kapal laut Rusia.
Elon Musk disebutkan Walter Isaacson dalam buku itu khawatir serangan itu menimbulkan efek yang lebih besar lagi. Dia menggambarkannya sebagai Pearl Harbour jilid dua. Diam-diam Elon Musk kemudian meminta Starlink agar mematikan seluruh jaringan yang tersedia.
"Alhasil drone-drone kapal selam itu kehilangan konektivitas dan terdampar di pantai tanpa daya," tulis Walter Isaacson.