Taufiek mengungkapkan bahwa pengurangan emisi karbon pada mobil hybrid mencapai 75 gram per km. Tapi, untuk memberikan insentif, pemerintah perlu melakukan pengecekan pada tiap produk untuk menentukan ambang rata-rata sebagai acuan penurunan emisi.
“Kami tidak tahu perusahaan A, B, C, D, produknya A, B, C, D. Makanya kami perlu sensus. Perusahaan itu punya produk apa, lalu yang bisa kita gunakan untuk nasional itu seperti apa. Kita benchmark dari negara lain. Misalnya dari Eropa,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Riyanto, juga sepakat mobil hybrid dapat insentif.
Dia mengungkapkan pengurangan emisi karbon mobil hybrid bisa mencapai 50 persen ketimbang mobil konvensional.
“Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN dan PKB. Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50 persen. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif,” kata Riyanto.
(Imantoko Kurniadi)