Teknologi seperti face swap, deepfake, otomatisasi konten, dan pencitraan ulang identitas digital berpotensi dimanfaatkan untuk merugikan anak jika tidak dikawal.
Erry menegaskan bahwa AI bukan ancaman, melainkan alat yang harus dikuasai, bukan ditakuti. Karena itu, literasi digital masyarakat perlu ditingkatkan agar publik menjadi pengarah teknologi, bukan korban.
Ia mendukung bahwa pelindungan anak di ruang digital bukan sekadar program, melainkan keberpihakan negara untuk menjaga masa depan generasi muda.
Seluruh elemen, dikatakannya, harus bersama pemerintah memperkuat edukasi publik, memperbanyak narasi positif, dan memastikan ruang digital Indonesia aman, santun, inklusif, serta berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak.
(Rahman Asmardika)