JAKARTA - Limbah nuklir Fukushima Daiichi akan dibuang ke laut akhir pekan ini. Apakah hal tersebut aman bagi ekosistem?
Limbah nuklir itu terkontaminasi akibat gempa bumi dan tsunami pada 11 Maret 2011. Tsunami membanjiri listrik cadangan dan sistem pendingan PLTN Fukushima yang menyebabkan kehancuran tiga dari enam reaktor.
Sejak saat itu reaktor telah didinginkan dan 1,3 juta ton air limbah yang terkontaminasi telah diolah. Air tersebut disimpan di lebih dari 1.000 tangki namun ruang penyimpanannya terbatas, dan sekarang harus dibuang sebagai bagian dari proses penghentian penggunaan yang sedang berlangsung.
Jepang sendiri telah memompa lebih dari satu juta ton air olahan dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi. Mereka berencana membuang air limbah dari pembangkit nuklir Fukushima-Daiichi ke laut pada Kamis (24/8/2023).
Diberitakan Reuters, Jumat (25/8/2023), Tokyo Electric Power (Tepco), akan mengencerkan air hingga kadar tritium turun sebelum memompanya ke laut dari pantai utara Tokyo. Air yang yang mengandung tritium secara rutin dikeluarkan dari pembangkit PLTN di seluruh dunia, dan sejumlah berwenang, seperti PBB dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mendukung metode ini.
Trilium adalah sebuah isotop hidrogen yang sulit dipisahkan seluruhnya dari air, namun tritium telah diencerkan sedemikian rupa sehingga kadarnya jauh di bawah batas peraturan yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tritium dianggap relatif tidak berbahaya bagi manusia karena radiaktifnya tidak dapat menembus kulit manusia.
IAEA sendiri telah memberikan lampu hijau untuk Tepco melepaskan air limbah tersebut. Sementara pemerintah Jepang akan memantau air saat dilepaskan dan telah meyakinkan dunia bahwa mereka akan menghentikan pembuangannya jika mereka mendeteksi adanya bahan radioaktif dengan konsentrasi sangat tinggi.
Tidak sepenuhnya didukung
Greenpeace mengatakan bahwa risiko radiologi belum sepenuhnya dinilai dan dampak biologis dari tritium, karbon-14, strontium-90 dan yodium-129 yang dilepaskan bersama air 'telah diabaikan'.
Proses penyaringan akan menghilangkan strontium-90 dan yodium-129, dan konsentrasi karbon-14 dalam air yang terkontaminasi jauh lebih rendah dari standar pembuangan yang ditetapkan.
Namun Jepang menyatakan kadar tritium dalam air akan berada di bawah batas yang dianggap aman untuk diminum menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Singkatnya, proses penyaringan telah menghilangkan atau mengencerkan isotop radioaktif sedemikian rupa sehingga air dianggap aman untuk diminum.
Akan tetapi karena pada dasarnya ini adalah air laut, jelas siapa pun bisa terbunuh oleh kandungan garamnya, jika dibandingkan sisa-sisa kontaminasi.
(Saliki Dwi Saputra )