Dilansir Al Jazeera, sejak 2003, perusahaan tersebut telah mempererat hubungan dengan pertahanan Israel, mengakuisisi perusahaan rintisan di bidang pengawasan dan keamanan siber, serta mengintegrasikan sistemnya dalam operasi militer. Pada 2024, seorang kolonel Israel menyebut teknologi cloud seperti yang ditawarkan Microsoft sebagai "senjata dalam segala hal".
The Guardian melaporkan bahwa catatan internal di Microsoft menunjukkan bahwa Nadella menawarkan dukungan untuk tujuan Sariel memindahkan sejumlah besar intelijen militer ke cloud.
Sebuah pernyataan Microsoft yang dikutip oleh The Guardian menyatakan bahwa "tidak akurat" jika dikatakan bahwa ia memberikan dukungan pribadinya untuk proyek tersebut.
Para insinyur Microsoft kemudian bekerja sama dengan intelijen Israel untuk menanamkan fitur keamanan di Azure, yang memungkinkan transfer hingga 70 persen data sensitif Unit 8200 ke platform tersebut.
Meskipun pejabat Israel mengklaim teknologi tersebut membantu menggagalkan serangan, sumber-sumber di Unit 8200 mengatakan sistem tersebut mengumpulkan komunikasi tanpa pandang bulu, yang seringkali digunakan untuk menahan atau memeras warga Palestina. "Ketika mereka perlu menangkap seseorang dan tidak ada alasan yang cukup kuat ... di situlah mereka mencari alasan," kata salah satu sumber.
Beberapa sumber menduga data yang tersimpan telah digunakan untuk membenarkan penahanan dan bahkan pembunuhan.
Ekspansi sistem ini bertepatan dengan pergeseran yang lebih luas dalam pengawasan Israel, beralih dari pelacakan tertarget menjadi pemantauan massal terhadap penduduk Palestina. Sebuah alat berbasis AI dilaporkan memberikan skor risiko pada pesan teks berdasarkan kata-kata pemicu tertentu, termasuk diskusi tentang senjata atau kemartiran.