Dalam upaya penebusan dosa, biarawan itu memutuskan untuk menulis buku terbesar di dunia dalam satu malam. Untuk melakukannya, dia secara alami membutuhkan bantuan iblis, dengan siapa dia telah membuat perjanjian. Sebagai imbalan atas peningkatan produktivitas dalam semalam, yang harus dilakukan biksu itu hanyalah melukis potret Beelzebub satu halaman penuh di Codex dan menyerahkan jiwa fananya.
Kisah ini, meskipun belum dikonfirmasi kebenarannya, berusaha memberikan penjelasan mengapa ada ilustrasi raksasa tentang iblis dalam Codex Gigas. Ilustrasi ini yang membuat buku itu dikenal sebagai Alkitab Iblis.
Codex Gigas asli berakhir di Swedia karena penjarahan selama hari-hari terakhir Perang 30 tahun (1618-1648). Kala itu pasukan Swedia menyerbu Praha dan mengambil bermacam-macam buku berharga, termasuk “Alkitab Iblis”.
Pada saat itu, Ratu Christina yang berasal dari Swedia memiliki kebiasaan mencuri buku-buku dari negara lain sebagai barang rampasan perang dan menggunakannya untuk meningkatkan perpustakaan negaranya sendiri. Polandia, Jerman, Negara Baltik, dan Denmark adalah salah satu tempat yang rak bukunya dia geledah atas nama pengetahuan.
Setelah dirampas dari Praha dan dikirim kembali ke Swedia, Codex Gigas disimpan di kastil kerajaan Stockholm. Codex Gigas nyaris musnah saat kebakaran besar melanda istana kerajaan pada 1697, dilemparkan keluar jendela untuk mencegahnya dilahap oleh api. Meskipun rusak akibat jatuh dari ketinggian empat lantai, tetapi tetap selamat.
Codex Gigas dipasang kembali pada 1819 dan lembaran-lembarannya yang rusak diperbaiki. Naskah yang telah dipulihkan ini saat ini dipamerkan di Perpustakaan Nasional Swedia di Stockholm sebagai bagian dari pameran Harta Karun perpustakaan.
(Rahman Asmardika)