Dilansir Newsweek, meskipun jumlah pastinya masih belum jelas, gambar yang beredar daring sepanjang 2024 menunjukkan antena parabola Starlink dipasang di atap-atap gedung di seluruh Iran, yang sering kali secara langsung menentang hukum setempat yang ketat.
Menurut media teknologi Iran Zoomit, biaya peralatan berkisar antara IRR400 juta (sekira Rp10,9 juta) hingga IRR2 miliar (sekira Rp54,6 juta), dengan biaya bulanan sekira USD40 (Rp650 ribu) —yang membuat layanan tersebut tidak terjangkau bagi sebagian besar warga Iran.
Di tengah penyensoran pemerintah yang ketat dan pemadaman internet yang meluas, banyak warga Iran mengandalkan VPN dan alat-alat lain untuk melewati pembatasan dan mengakses dunia luar. Starlink telah muncul sebagai salah satu dari sedikit opsi yang dapat diandalkan selama penutupan ini, yang menawarkan jalur hidup yang penting bagi para pengunjuk rasa dan pembangkang.
Dalam beberapa minggu terakhir, Iran telah menahan lebih dari 700 orang yang dituduh memata-matai untuk Israel dan AS, dengan media pemerintah melaporkan setidaknya enam eksekusi, termasuk tiga orang Kurdi yang dituduh membantu Mossad, badan intelijen asing Israel. Pasukan keamanan membongkar beberapa sel pengintaian pesawat nirawak, menangkap 53 orang karena merekam lokasi-lokasi sensitif dan diduga membagikan rekamannya dengan media asing.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengecam penangkapan dan eksekusi tersebut sebagai tindakan yang bermotif politik dan merupakan pelanggaran berat terhadap proses hukum.
Dewan Wali Iran diperkirakan akan menyetujui larangan Starlink dalam beberapa hari. Pihak berwenang mungkin akan segera mulai memberlakukannya, dengan menargetkan pengguna, distributor, dan entitas apa pun yang diduga bekerja sama dengan negara yang dianggap bermusuhan.
(Rahman Asmardika)