JAKARTA – Kasus kejahatan siber yang semakin marak, terutama serangan terhadap institusi pemerintah dan swasta menimbulkan kekhawatiran akan keamanan bagi berbagai kalangan. Hal ini terutama dirasakan terhadap sektor perbankan, yang akan berdampak siginifikan dan menyebabkan kerugian finansial yang besar jika diserang.
Sektor perbankan adalah sektor yang memiliki berbagai kerentanan yang dapat dimanfaatkan dalam kejahatan siber, mulai dari aplikasi banking, proses transaksi, hingga kegiatan seperti pengecekan saldo. Ancaman ini semakin besar karena menurut pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serangan siber di sektor keuangan hampir tiga kali lebih banyak dibandingkan industri lainnya.
Lantas, bagaimana sektor perbankan menghadapi ancaman-ancaman dan kerentanan ini?
Pakar keamanan siber Goutama Bachtiar menilai sektor perbankan di Indonesia saat ini relatif lebih siap dalam menghadapi potensi ancaman kejahatan siber, setidaknya dibandingkan sektor pemerintahan.
Menurut IT Advisory Director Grant Thornton Indonesia itu, kesiapan tersebut bisa terlihat dari berbagai pembenahan yang dilakukan oleh bank-bank di Indonesia, dari nasional, swasta, hingga BUMD, pada 3 aspek keamanan siber, yaitu: sistem teknologi, proses pemeriksaan dan pengendalian TI (teknologi informasi), dan sumber daya manusia (SDM).
“Dari teknologi mereka (bank-bank di Indonesia) sudah banyak yang memanfaat kan teknologi terbaru untuk mengamankan data dan informasi serta sistem yang mereka miliki. Contohnya pemanfaatan teknologi endpoint detection and response, kemudian extended detection anad response, kemudian SOC (pusat operasi keamanan) yang tujuannya untuk perencaan atau menanggapi insiden-insiden keamana yang terjadi sehingga dapat dipecahkan atau diselesaikan sesegera mungkin,” terang Goutama dalam wawancara dengan Okezone, Selasa, (14/8/2024).