PERNAHKAH terpikir kenapa jembatan Semanggi, yang kini sudah dinamakan Simpang Susun Semanggi, dibuat melengkung-melengkung, bukan perempatan dengan lampu lalu lintas? Sebenarnya pertanyaan tersebut bisa dijawab secara sains.
Berbeda dengan lampu lalu lintas, Jembatan semanggi memungkinkan orang belok ke kanan tanpa memotong arus pemakai jalan dari arah lain. Jembatan ini pun menggunakan ilmu ukur yang sederhana.
Dalam buku karangan Robert L Wolke, ketika jalan raya dan jalan bebas hambatan mulai dibuat, para insinyur harus mencari cara untuk mengalirkan lalu lintas dari jalan raya yang satu ke jalan raya yang bersilangan, tanpa menghentikan lalu lintas yang berlawanan menggunakan lampu lalu lintas.
Dahulu, Presiden Soekarno berencana membangun stadion olahraga di kawasan Senayan. Namun Ir. Sutami yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum mengusulkan untuk membangun jembatan. Menurut Ir. Sutami, jembatan bisa mengatasi kemungkinan adanya kemacetan lalu lintas.
Karena di Indonesia kendaraan berjalan di sebelah kiri, belok kiri bukan masalah. Kita tinggal masuk ke jalur kiri dan luar menuju jalan lainnya.
Tapi, tidak demikian halnya dengan belok kanan, karena untuk ini orang harus memotong arus lalu lintas dari arah depan. Bukan hanya kemacetan, risiko tabrakan di persimpangan pun sangat besar.
Oleh karena itu, dibuatlah jembatan semanggi. Melalui rancangan seperti ini kita dapat berbelok 90 derajat ke kanan dengan cara berputar 270 derajat ke kiri.
"Coba bayangkan sebuah lingkaran penuh adalah 360 derajat; maka berputar 360 derajat sama dengan kembali ke arah semula. Jika dua buah jalan raya bersilangan saling tegak lurus, belok kanan berarti berputar 90 derajat ke kanan," jelas dia.
Akan tetapi, kita akan mendapatkan hasil yang sama dengan berputar tiga kali ke kiri, masing-masing sebanyak 90 derajat. Ini sama dengan ketika kita ingin belok kanan di jalanan perkotaan tetapi menjumpai tanda "Dilarang Belok Kanan." Apa yang kita perbuat? Biasanya, di persimpangan berikutnya kita boleh belok kiri tiga kali sampai masuk ke jalan yang dikehendaki.
Inilah yang terjadi pada jembatan semanggi, rancangannya membuat kita berputar 270 derajat mengitari tiga perempat sebuah lingkaran, sampai menyilang entah ke atas atau ke bawah arus lalu lintas yang berlawanan sesuai keperluan.
Sebuah jembatan semanggi atau highway interchange adalah sebuah jembatan layang dengan rancangan berdaun empat, bukan dua atau tiga, karena ada empat arah arus lalu lintas yang berbeda-misalnya arah utara, timur, selatan, dan barat-dan masing-masing harus bisa belok kanan.
Jembatan ini dinamakan "Semanggi" karena bentuknya yang menyerupai daun semanggi dan juga wilayah pembangunannya dahulu merupakan daerah rawa yang dipenuhi semanggi. Proyek ini mulai dibangun pada tahun 1961, pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Menteri Pekerjaan Umum pada saat itu, yakni Ir. Sutami.
(Martin Bagya Kertiyasa)