Heddy melanjutkan, guna mengurangi beban kunjungan wisatawan yang naik ke Candi Borobudur, sebaiknya dikembangan museum Borobudur dan wisata virtual.
“Mestinya Borobudur kemudian dibuat virtual, orang masuk museum kaya masuk Borobudur beneran. Bisa dibuat 3 dimensi kok, teknologi sudah sangat canggih. Yang penting museum Borobudurnya digedein. Karena tidak memungkinkan dibuat tingkat, tapi diperluas. Menurut saya museum Borobudur itu terlalu kecil. Harusnya luas dan diperbesar lagi,” paparnya.
Meski demikian, dia mengakui masyarakat pastinya ingin menikmati Candi Borobudur secara langsung.
“Yang sulit digantikan itu orang naik ke Borobudur melihat pemandangan sekitar itu bagus. Banyak yg naik ke Borobudur untuk menikmati sunrise, itu sudah menjadi atraksi sendiri. Masalahnya jumlah pengaturan orang yang naik ke atas berapa itu harus diatur,” ucap Heddy.
Sementara itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Junus Satrio Atmodjo, mengatakan kenaikan harga masuk Candi Borobudur untuk wisatawan lokal dinilai terlalu tinggi.
Menurutnya, kalau alasannya untuk pelestarian, pemerintah harus jelaskan terlebih dahulu dengan biaya masuk yang mahal itu apa kontribusinya untuk pelestarian.
“Kalau memang ada skenario naikin harga untuk pelestarian, buat masyarakat mengerti, tetapi harus terjangkau di masyarakat. Karena semua warga punya hak untuk menikmati karya leluhurnya. Kalau harganya terlalu tinggi seolah haknya dirampas. Mereka sulit menikmati,” tutup Junus.
(Ahmad Muhajir)