Ketika seseorang batuk dan bersin, maka akan 'menyemburkan' kuman mikroskopis di sekitar kita, di lingkungan pegunungan Everest, salju, dan es. Karena itu, tidak terlalu mengejutkan untuk menemukan jejak mikroba dari para pendaki.
Namun, satu hal yang tidak diperkirakan oleh peneliti, bahwa mikroba tersebut terbiasa hidup di tubuh manusia yang hangat, bisa bertahan hidup di gunung dan tertinggal di tanah beku.
Adapun organisme yang biasanya berada di hidung dan mulut yakni strain Staphylococcus dan Streptococcus.
Mengenai hal itu, peneliti mengambil sampel tanah 170 meter dari basecamp di South Col, tempat ratusan pendaki yang mendaki Everest mendirikan tenda dari pegunungan tenggara di Nepal.
Analisis tanah tersebut memakai teknologi sekuensing gen generasi berikutnya, dan teknik kultur tradisional serta bioinformatika. Hal itu untuk mengungkap sekuens DNA mikroba yang sebagian besar milik organisme "ekstrofil" yang cocok untuk bertahan hidup di dataran tinggi.
Namun, mereka pun menemukan bukti DNA dari mikroba yang terkait dengan manusia. Biasanya, mikroba tersebut tidak akan mampu menahan sinar ultraviolet konsentrasi tinggi, suhu yang lebih rendah serta kekurangan air di Everest.