Sudah menjadi prosedur tetap bahwa dokter bedah akan selalu menggunakan pakaian berwarna hijau atau biru saat sedang mengoperasi pasien. Ini berlaku bukan hanya di Indonesia saja tapi juga seluruh dunia.
Penggunaan pakaian berwarna hijau atau biru bukan untuk gaya-gayaan saja, tapi karena pakaian hijau memiliki banyak manfaat bagi para dokter. Apa saja itu? Berikut penjelasannya, dilansir dari Live Science.
Penggunaan pakaian berwarna hijau atau biru oleh dokter bedah dimulai pada abad ke-20. Saat itu salah satu dokter yang cukup berpengaruh menggunakan baju berwarna seperti itu, karena menurutnya lebih menajamkan penglihatannya.
Hal itu pun dibuktikan dengan dokter lainnya. Warna hijau atau biru ternyata sangat cocok untuk membantu dokter melihat lebih baik di ruang operasi karena merupakan kebalikan dari warna merah darah pada roda warna.
Hijau sendiri dapat membantu dokter melihat lebih baik karena dua alasan. Pertama, melihat warna biru atau hijau dapat menyegarkan penglihatan dokter terhadap hal-hal yang berwarna merah, termasuk organ pasien yang berdarah selama operasi.
Otak menafsirkan warna relatif satu sama lain. Jika seorang ahli bedah menatap sesuatu yang berwarna merah dalam waktu yang lama dan sering, maka dia akan menjadi peka terhadap warna tersebut. Sinyal merah di otak akan memudar, yang bisa membuat lebih sulit untuk melihat nuansa tubuh manusia.
Melihat sesuatu yang berwarna hijau atau biru dari waktu ke waktu dapat membuat mata seseorang lebih sensitif terhadap variasi warna merah, menurut John Werner, seorang psikolog yang mempelajari penglihatan di University of California, Davis.
Kedua, fokus mendalam pada warna merah, dapat menyebabkan ilusi hijau yang mengganggu pada permukaan putih. Ilusi ini dapat muncul jika seorang dokter mengalihkan pandangannya dari jaringan tubuh yang berwarna kemerahan ke sesuatu yang putih, seperti tirai bedah atau pakaian alabaster ahli anestesi.
Namun, jika seorang dokter melihat pakaian berwarna hijau atau biru daripada yang putih, ilusi yang mengganggu ini tidak akan menjadi gangguan, menurut Paola Bressan, yang meneliti tentang ilusi visual di Universitas Padova di Italia.
(DRA)
(Andera Wiyakintra)