Dengan masyarakat yang lebih mengandalkan interaksi digital selama pandemi, IBM Security melihat perusahaan merangkul model bekerja jarak jauh dan cloud saat mereka beralih untuk mengakomodasi dunia yang semakin digital saat ini.
Laporan tersebut menemukan bahwa faktor-faktor ini memiliki dampak signifikan pada respons pelanggaran data. Hampir 20% organisasi yang diteliti melaporkan bahwa bekerja jarak jauh merupakan faktor dalam pelanggaran data, dan pelanggaran ini pada akhirnya merugikan perusahaan sebesar USD4,96 juta atau hampir 15% lebih tinggi dari rata-rata pelanggaran.
Perusahaan dalam penelitian yang mengalami pelanggaran selama proyek migrasi cloud telah menelan biaya 18,8% lebih tinggi dari rata-rata. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa mereka yang lebih maju dalam strategi modernisasi cloud mereka secara keseluruhan mampu mendeteksi dan merespons insiden dengan lebih efektif, dengan rata-rata 77 hari lebih cepat daripada mereka yang berada dalam adopsi tahap awal.
Selain itu, untuk pelanggaran data berbasis cloud yang diteliti, perusahaan yang telah mengimplementasikan pendekatan hybrid cloud menelan biaya pelanggaran data yang lebih rendah, yakni USD3,61 juta, daripada mereka yang memiliki pendekatan public cloud, yakni USD4,80 juta atau private cloud sebesar USD4,55 juta.
Laporan tersebut juga menjelaskan masalah yang berkembang di mana data konsumen termasuk kredensial telah tersusupi dalam pelanggaran data, yang kemudian dapat digunakan untuk menyebarkan serangan lebih lanjut.
Di sisi lain, laporan yang sama juga menemukan bahwa lebih banyak perusahaan yang menerapkan otomatisasi keamanan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang mengarah pada penghematan biaya yang signifikan.