PISANG yang biasa dijual di toko buah dan kita konsumsi disebut menghadapi ancaman kepunahan fungsional karena jamur yang disebut sebagai Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) ras tropis 4 (TR4). Patogen ini menyebabkan penyakit layu Fusarium pada pisang (FWB), yang merupakan salah satu penyakit tanaman paling merusak yang kita ketahui.
Dilansir IFL Science, FWB, juga dikenal sebagai penyakit Panama, terjadi ketika jamur memasuki tanaman melalui akar, menempati sistem pembuluhnya, dan menghalangi aliran air dan nutrisi ke buah. Hal ini menyebabkan tanaman layu, dan akhirnya mati.
Ini bukan wabah Fusarium pertama yang mengancam pisang.
"Jenis pisang yang kita makan hari ini tidak sama dengan yang dimakan kakek-nenek Anda. Pisang-pisang tua itu, pisang jenis Gros Michel, secara fungsional telah punah, menjadi korban wabah Fusarium pertama pada 1950-an," jelas Li-Jun Ma, seorang profesor biokimia dan biologi molekuler di Universitas Massachusetts Amherst dan penulis senior dari sebuah studi terkini tentang Foc TR4, dalam sebuah pernyataan.
Jutaan tanaman pisang Gros Michel di Amerika Tengah hancur selama paruh pertama abad ke-20 oleh sejenis Fusarium yang dikenal sebagai Foc ras 1 (R1). Tanaman-tanaman ini kemudian digantikan oleh varietas yang tahan terhadap R1, pisang Cavendish. Namun, pada pergantian abad ke-21, kebangkitan FWB yang disebabkan oleh galur yang berbeda, Foc ras tropis 4 (TR4), mulai mengancam industri pisang sekali lagi.
TR4 diduga berasal dari Indonesia dan Malaysia, tetapi sejak itu telah menyebar jauh dan luas, termasuk ke Kolombia (pada 2019) dan Peru (pada 2021), yang merupakan wilayah pengekspor pisang Cavendish terbesar di dunia.
Patogen tersebut juga menginfeksi varietas pisang yang dikonsumsi secara lokal, yang merupakan salah satu sumber karbohidrat utama di Afrika, Asia Tenggara, dan Amerika tropis.
“Serangan TR4 dengan demikian menghadirkan ancaman besar bagi perdagangan pisang global dan ketahanan pangan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, dengan potensi memperburuk kemiskinan di negara-negara berkembang dan menciptakan kekurangan pangan yang akan memperparah kelaparan dunia,” demikian bunyi makalah tersebut.
Ini terdengar seperti akhir dari pisang Cavendish, tetapi penelitian Ma dan rekan penulisnya telah memberikan sedikit harapan bagi buah ini. Ternyata, Foc TR4 secara evolusi berbeda dari jamur yang membunuh pisang pada 1950-an, dan mereka bahkan berhasil menemukan beberapa gen yang terkait dengan virulensinya. Semua itu membuka pintu bagi pengobatan dan strategi potensial untuk meredam penyebarannya.
“Kami telah menghabiskan 10 tahun terakhir untuk mempelajari wabah baru penyakit layu pisang ini,” kata Ma. “Kita sekarang tahu bahwa patogen perusak pisang Cavendish TR4 tidak berevolusi dari ras yang memusnahkan pisang Gros Michel. Genom TR4 mengandung beberapa gen aksesori yang terkait dengan produksi oksida nitrat, yang tampaknya menjadi faktor kunci dalam virulensi TR4.”
Oksida nitrat berbahaya bagi pisang Cavendish: “Ledakan gas beracun yang tiba-tiba ini memfasilitasi infeksi dengan melumpuhkan sistem pertahanan tanaman. Pada saat yang sama, jamur melindungi dirinya sendiri dengan meningkatkan produksi bahan kimia yang mendetoksifikasi oksida nitrat,” tulis Ma dalam sebuah artikel di The Conversation yang menjelaskan penelitiannya.
Mengetahui hal ini memberi para peneliti banyak pilihan untuk menyelidiki bagaimana kita dapat mengurangi, atau bahkan mengendalikan, penyebaran Foc TR4. Misalnya, tim Ma dapat memastikan bahwa virulensi jamur berkurang drastis ketika dua gen yang mengendalikan produksi oksida nitrat dihilangkan.
Menjauhi monokultur juga akan membantu menjaga keberadaan dari buah favorit banyak orang ini.
“Menanam berbagai jenis pisang dapat membuat pertanian lebih berkelanjutan dan mengurangi tekanan penyakit pada satu tanaman. Petani dan peneliti dapat mengendalikan penyakit layu Fusarium pada pisang dengan mengidentifikasi atau mengembangkan varietas pisang yang toleran atau tahan terhadap TR4,” tulis Ma.
Penelitian ini dipublikasikan di Nature Microbiology.
(Rahman Asmardika)