BANDUNG - Terungkap fakta mengenai kondisi bus Trans Putera Fajar yang mengalami kecelakaan maut di Ciater, Subang, Jawa Barat, pada Sabtu (11/5/2024). Dari penyelidikan, bus tersebut tidak menjalani perawatan rutin.
Hal itu berdasarkan oleh tempat kejadian perkara (TKP) dan penyelidikan dengan Traffic Accident Analysis (TAA) yang dilaksanakan tim Ditlantas Polda Jabar dan Satlantas Polres Subang,
Dirlantas Polda Jabar Kombes Wibowo mengatakan, fakta-fakta itu didapat dari hasil olah TKP, keterangan dua saksi ahli, pemeriksaan kendaraan, dan dokumen kendaraan.
Polisi menemukan ada ruang udara kompresor campuran oli dan air.
"Seharusnya ruang udara kompresor hanya terisi angin. Tidak boleh ada campuran oli dan air karena ada proses pengembunan atau kondensasi," kata Dirlantas Polda Jabar, Selasa (14/5/2024).
"Pemicunya adalah karena terjadi kebocoran salah satu komponen. Hal ini menandakan perawatan kurang rutin," ujar Kombes Wibowo.
Ia menuturkan fakta lainnya adalah oli bus tersebut sudah keruh. Ini menunjukkan pelumas mesin tak diganti dalam waktu cukup lama.
"Setelah dilakukan tes minyak rem pun, terdapat kandungan air lebih dari 4 persen. Ini sudah melewati tes indikator minyak," katanya.
"Fakta berikutnya, jarak antarkampas rem idealnya 0,45 milimeter. Dari pemeriksaan ditemukan fakta jarak atau celah antarkampas 0,3, artinya di bawah standar," ucap Wibowo.
Dirlantas menyatakan, pihaknya juga menemukan kebocoran di sambungan booster rem. Kondisi ini menyebabkan fungsi rem tidak optimal.
"Hasil pemeriksaan terhadap pengemudi dan saksi lain, kami mendapatkan keterangan bahwa pengemudi atas nama Sadira (51) warga Kota Bekasi mengetahui kendaraan ini bermasalah fungsi rem," ujar Kombes Wibowo.
Fakta itu, tutur dia, dibuktikan dengan upaya perbaikan rem bus tersebut. "Pertama di dekat Gunung Tangkubanparahu diperbaiki oleh mekanik atas panggilan dari sopir," tutur dia.
Walaupun tahu bermasalah, kata Dirlantas, sopir tetap mengendarai bus. Rem kembali bermasalah saat bus berhenti di rumah makan di kawasan Ciater.
"Permasalahan rem kembali terjadi saat bus berhenti di rumah makan, Bang Ajun di Ciater. Sopir dan kernet mencoba kembali memperbaiki salah satu komponen rem. Dia pun meminjam komponen rem tersebut ke sopir bus lain. Namun ukurannya tidak sesuai. Perbaikan pun tidak jadi dilakukan. Sadira melanjutkan perjalanan hingga akhirnya terjadi musibah itu," ucap Dirlantas.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan sopir bus Sadira (51) sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 311 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Sadira terancam hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 24 juta.
Kecelakaan maut bus Trans Putera Kencana yang membawa rombongan siswa dan guru SMK Lingga Kencana Depok itu terjadi pada Sabtu 11 Mei 2024 sekitar pukul 18.45 WIB. Akibat kecelakaan maut itu, 11 orang meninggal, 13 luka berat, dan 42 luka ringan.
(Erha Aprili Ramadhoni)