JAKARTA - Isu mobil nasional belakangan kembali menuai sorotan, saat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, secara gamblang mengajak produsen mobil asal Tiongkok, Geely, menggarap Electric Vehicle (EV) berbendera merah-putih.
Mobil listrik tidak dipungkiri menjadi tren, dan digadang-gadang salah satu wajah kendaraan masa depan dunia, lantas apakah mobil nasional harus berbasis elektrifikasi?
BACA JUGA:
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara, menjelaskan apapun basis kendaraanya golnya adalah net zero emission 2060.
"Tidak hanya EV yang bisa digunakan, tapi ada Hybrid, Plug-in hybrid, Kendaraan berbasis hidrogen, jangan lupa kita juga punya Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Lalu ada renewable energy, bioetanol, biodiesel, Pertamina bahkan telah mengeluarkan Green Pertamax dengan lima persen ethanol," jelas Kukuh kepada Okezone, beberapa waktu lalu.
Sehingga perlu ada kajian yang mendalam soal mobil nasional, apakah berbasis elektrifikasi atau mengusung bahan bakar altiernatif lain yang bisa diandalkan dari sumber daya dalam negeri.
"Jawa Timur itu banyak kebun tebu, pabrik gula bisa dimanfaatkan. Mereka bisa hasilkan gula dari tebu dan bioetanol, petani dapat kerjaan. Penggunaan fossil fuel pun bisa berkurang," katanya lebih lanjut.
"Selain tebu, ada juga sorghum, singkong, jagung dan banyak lagi. Memang ada isu antara persaingan bahan bakar dan makanan," katanya lagi.
Lebih lanjut, Kukuh menekankan jika industri melakukan hal tersebut maka menjalankan multi-pathway, karena ada beragam cara untuk capai net zero emission 2060.
"Tapi kita belum eksplorasi lebih jauh yang ready available untuk dimanfaatkan, ini istilahnya seperti low hanging fruit artinya bisa kita cepat serap," jelasnya.
Jadi untuk isu mobil nasional, Kukuh menyampaikan harus hati-hati mengarapnya. "Malaysia dengan Proton-nya jalan enggak? jangan gengsi kita realitsis saja. Jangan Eropa pakai EV kita ikut," tegasnya.
"Kita harus memahami keunikan Tanah Air, kita punya tebu, punya biodiesel. Misal mereka mau meniru? Biodiesel crude palm oil (CPO) itu lebih baik lho. ini keunikan Indonesia, kenapa tidak dioptimalkan, local wisdom harus dikedepankan," tandasnya.
(Imantoko Kurniadi)