JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan seluruh masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di masa peralihan (Pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan.
Dilansir dari BMKG pada Senin (30/10/2023), dalam sebuah Live Webinar "Kapan Musim Hujan akan Datang?" yang diselenggarakan Institut Teknologi Bandung, Sabtu (28/10/2023), "Cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan. Mulai dari hujan lebat disertai petir dan angin kencang serta hujan es," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Variasi arah angin yang bertiup ini mengakibatkan kondisi cuaca secara tiba-tiba akan berubah, dari hujan menjadi cerah atau pun sebaliknya. Biasanya, hal ini terjadi di pagi hari menjelang siang saat adanya awan Cumulonimbus (CB) menggumpal berwarna abu-abu. Kemudian menjelang sore atau malam, ketika awan berubah menjadi gelap hingga hujan turun disertai dengan petir dan angin.
Kondisi cuaca yang seperti ini memicu adanya bencana hidrometeorologi. Hidrometeorologi merupakan fenomena bencana alam yang terjadi di atmosfer (meteorologi), air (hidroogi), atau lautan (oseanografi). Bencana ini dapat menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan harta benda, hilangnya mata pencaharian dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, serta kerusakan lingkungan.
Sebagaimana prediksi BMKG, awal musim hujan 2023/2024 akan terjadi bulan Oktober-Desember 2023, sebanyak 77 Zona Musim (ZOM) atau 68,2 persen. Sementara puncak musim penghujan umumnya diprakirakan pada bulan Januari - Februari 2024, yaitu sebanyak 385 ZOM (55,1%).
Dwikorita meminta pada masyarakat serta kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan institusi terkait untuk melakukan langkah mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologis selama musim hujan.
Daerah yang berpotensi mendapatkan curah hujan tahunan yang cukup tinggi terjadi di wilayah pegunungan Bukit Barisan Sumatera, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatra Selatan, sebagian Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, sebagian besar Kalimantan, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Selatan, dan sebagian besar Papua. Curah hujan di daerah tersebut diprakirakan mencapai lebih dari 2500 mm/tahun.
Masyarakat yang tinggal di bantaran atau lembah sungai di harapkan dapat waspada akan terjadinya banjir atau pun banjir bandang. Sedangkan untuk yang tinggal di daerah perbukitan, masyarakat harus waspada akan terjadinya tanah longsor.
Maka dari itu, Dwikorita juga menambahkan bahwa Pemerintah Daerah harus bisa lebih optimal dalam memberikan edukasi pada masyarakat, cara untuk mengurangi risiko bencana yang mungkin akan terjadi selama musim hujan. Mitigasi bencana sebagai aksi dini peringatan bencana dapat menekan kerugian akibat adanya bencana hidrometeorologis. (Taja Aurora Bianca)
(Saliki Dwi Saputra )