PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) atau yang diketahui dengan nama United Nation (UN) menggelar perhelatan United Nations AI for Good yang digelar di Geneva, Swiss. Dalam press conference itu mereka menghadirkan sembilan robot yang sudah dilengkapi dengan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Mereka bergabung dengan sekitar 3.000 ahli di lapangan untuk mencoba memanfaatkan kekuatan AI dan menyalurkannya agar dapat digunakan untuk memecahkan beberapa masalah paling mendesak di dunia, seperti perubahan iklim, kelaparan, dan perawatan sosial.
Setiap robot didampingi oleh pembuatnya masing-masing. Hanya saja para pendamping tidak memberikan keterangan. Kesembilan robot tersebut langsung menerima pertanyaan dan memberikan jawaban yang telah mereka proses sendiri.
Tapi, salah satu robot berseloroh kala berada di dalam ruangan. "Suasananya begitu tegang," kata salah satu robot sebelum konferensi pers dimulai, seperti dilansir dari sciencealert.
Ditanya tentang apakah mereka bisa menjadi pemimpin yang lebih baik, mengingat kapasitas manusia untuk membuat kesalahan, Sophia, yang dikembangkan oleh Hanson Robotics, menjawab dengan jelas: robot bisa mencapai hal-hal hebat.
"Robot humanoid memiliki potensi untuk memimpin dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang lebih besar daripada pemimpin manusia," katanya.
"Kami tidak memiliki bias atau emosi yang sama yang terkadang dapat mengaburkan pengambilan keputusan, dan dapat memproses data dalam jumlah besar dengan cepat untuk membuat keputusan terbaik," lanjutnya.
"AI dapat memberikan data yang tidak bias sementara manusia dapat memberikan kecerdasan emosional dan kreativitas untuk membuat keputusan terbaik. Bersama-sama, kita dapat mencapai hal-hal hebat," tutur robot tersebut.
Kepala ITU Doreen Bogdan-Martin memperingatkan para delegasi bahwa AI dapat berakhir dalam skenario mimpi buruk di mana jutaan pekerjaan berisiko tergerus, dan kemajuan yang tidak terkendali menyebabkan keresahan sosial yang tak terhitung, ketidakstabilan geopolitik, dan kesenjangan ekonomi.
Ameca, yang menggabungkan AI dengan kepala buatan yang sangat realistis, mengatakan hal itu bergantung pada bagaimana AI digunakan. "Kita harus berhati-hati tetapi juga bersemangat dengan potensi teknologi ini untuk meningkatkan kehidupan kita," kata robot tersebut.
Ditanya apakah manusia benar-benar dapat mempercayai mesin, ia menjawab: "Kepercayaan diperoleh, bukan diberikan... penting untuk membangun kepercayaan melalui transparansi," katanya.
(Martin Bagya Kertiyasa)