Salah satu tantangan saat ini adalah harga komposit yang mahal. Prof. Bambang menyampaikan bahwa serat karbon lebih mahal dari alumunium sehingga untuk dapat bersaing maka harus dikurangi ongkos produksi, ongkos assembly, dan ongkos operasi. Sedangkan peluang komposit dalam dunia dirgantara sangat besar.
“Peluang penggunaan komposit di pesawat transportasi saat ini contohnya adalah Airbus A380, Airbus A350, Boeing 787, dan Boeing 777 yang menggunakan total serat karbon sebanyak 13.672 ton pertahun. Kebutuhan serat karbon sangat besar dan diproyeksikan ke depannya akan terjadi kekurangan pasokan untuk memenuhi kebutuhan. Saya rasa peluang ini harus dilihat oleh industri manufaktur aviasi seperti PT. Dirgantara Indonesia untuk bersaing di pasar dunia,” tutupnya.
(Gabriel Abdi Susanto)