Para peneliti menginduksi henti jantung pada tikus dengan meminta mereka menghirup karbon dioksida atau dengan menyuntik mereka dengan suntikan mematikan. Para peneliti kemudian mempelajari aktivitas otak hewan menggunakan electroencephalography (EEG) dan aktivitas jantung mereka menggunakan echocardiography (ECG) pada saat-saat menjelang kematian. Tim juga mengukur bahan kimia pensinyalan yang ada di hati dan otak tikus selama percobaan.
Awalnya, detak jantung hewan menurun tajam. Tetapi kemudian, aktivitas otak mereka menjadi sangat sinkron dengan aktivitas jantung. Para peneliti menggunakan teknologi baru yang mereka kembangkan untuk mengukur detak jantung, detak demi detak.
Sementara jantung dan otak selaras, para peneliti mengamati banjir lebih dari selusin neurokimia, seperti dopamin, yang menghasilkan perasaan senang, dan norepinefrin, yang menyebabkan perasaan waspada. Banjir bahan kimia ini bisa menjelaskan mengapa orang yang menjalani pengalaman mendekati kematian atau meninggal dunia menggambarkannya sebagai "lebih nyata daripada nyata," kata Borjigin.
Baca juga: Badan Siber: VPN Bahayakan Data Pribadi
(Ahmad Luthfi)