JAKARTA – Mempelajari kiamat dan bagaimana manusia akan bereaksi ketika mengetahui akhir dunia akan segera datang merupakan hal yang sulit. Mencoba melakukan hal ini saat dunia belum berakhir tentu tidak akan memberikan gambaran akurat tentang apa yang akan dilakukan orang-orang pada akhir zaman nanti.
Bahkan jika studi dilakukan saat dunia benar-benar akan berakhir, orang-orang kemungkinan tidak akan tertarik mengetahuinya karena banyak perhatian lain yang harus dihadapi. Lebih dari itu, studi tersebut kemungkinan tidak bisa diuji ulang (replikasi) atau mendapatkan peer review.
Karena itu, satu tim mencoba menemukan cara alternatif untuk mempelajari perilaku manusia di akhir zaman: menggunakan analogi game komputer. Tim memakai gim dunia terbuka massively multiplayer online role-playing game (MMORPG) ArcheAge untuk eksperimen mereka.
Dalam studi yang berlangsung selama uji beta, pemain dibiarkan bermain seperti biasa, menyelesaikan misi, menjelajah, naik level, dan mengumpulkan perlengkapan sesuai keinginan. Namun pada akhir pekan ke-11, pemain diberi tahu bahwa server akan dihapus dan semua progres serta karakter mereka akan hilang.
"Dan dengan demikian," tulis tim dalam makalah pracetak yang belum melalui peer-review, "hasil (atau penalti) dari perilaku pemain dalam gim selama beberapa hari terakhir kehilangan maknanya."
Tim percaya bahwa penghapusan dunia dalam game merupakan proksi yang baik untuk mempelajari perilaku manusia menghadapi akhir dunia nyata, tanpa memberikan konsekuensi nyata pada pemain. Mereka berharap hal ini membantu menjawab apakah manusia akan meninggalkan nilai moral saat kiamat mendekat.
Tim menganalisis lebih dari 270 juta catatan perilaku pemain, seperti data peningkatan level dan log misi, untuk melihat apakah perilaku mereka berubah ketika mengetahui "dunia" akan berakhir. Studi menunjukkan gim berjalan damai, kecuali beberapa pemain yang memilih melakukan pembunuhan massal.
"Temuan kami menunjukkan tidak ada perubahan perilaku yang signifikan, tetapi beberapa pemain lebih cenderung menunjukkan perilaku antisosial (misalnya membunuh pemain lain)," tulis tim sebagaimana dilansir IFL Science.
"Kami juga menemukan, bertentangan dengan pepatah yang menjelaskan 'meskipun saya tahu dunia akan hancur besok, saya akan tetap menanam pohon apel,' para pemain mengabaikan perkembangan karakter, dengan penurunan drastis dalam penyelesaian misi, peningkatan level, dan kemampuan di akhir uji beta."
Intinya, saat dunia kiamat tiba, orang mungkin tidak menghabiskan banyak waktu untuk pengembangan diri. Tim menulis bahwa pemain yang bertahan hingga akhir cenderung paling damai dan loyal, sedangkan yang keluar lebih awal, disebut "churners", justru menunjukkan perilaku antisosial, kehilangan rasa tanggung jawab dan keterikatan pada permainan.
Meskipun studi ini dibatasi oleh fakta bahwa penelitian dilakukan dalam sebuah gim video, kiamat dunia dalam simulasi ini berlangsung cukup damai dan terkadang menunjukkan perilaku prososial menjelang akhir.
"Temuan kami bahwa sentimen pengelompokan sosial dalam saluran obrolan tertentu cenderung 'lebih bahagia' menjelang akhir zaman merupakan indikasi pertama perilaku prososial ini: hubungan sosial yang ada kemungkinan diperkuat," simpul tim. "Kami juga melihat pemain yang bertahan hingga kiamat menunjukkan puncak jumlah pengelompokan sementara kecil, menunjukkan adanya hubungan sosial baru yang sedang terbentuk."
Studi ini diterbitkan dalam Prosiding Konferensi Internasional ke-26 tentang World Wide Web Companion, dan versi pracetaknya yang belum mendapat tinjauan sejawat dapat diakses di arXiv.
(Rahman Asmardika)