JAKARTA – Nepal baru saja menunjuk mantan hakim Mahkamah Agung, Sushila Karki, sebagai perdana menteri sementara pasca-demonstrasi berdarah yang menggulingkan pemerintahan pimpinan K. P. Sharma Oli. Namun, ada yang unik dari pemilihan dan pengangkatan Karki sebagai perdana menteri perempuan pertama di negara Himalaya tersebut.
Sebagaimana dilaporkan, protes besar-besaran di Nepal, yang disebut sebagai “Demonstrasi Gen Z,” awalnya bermula sebagai protes di media sosial terhadap gaya hidup "anak-anak nepo". Protes ini berubah menjadi kekerasan setelah Perdana Menteri Oli mengumumkan larangan terhadap semua aplikasi media sosial yang tidak mematuhi aturan pemerintah.
Menyusul pelarangan tersebut, anak-anak muda Nepal turun ke jalan, yang disambut dengan tembakan dan gas air mata oleh pasukan keamanan, yang kemudian memicu pemberontakan rakyat. Protes besar-besaran yang diwarnai kerusuhan dan pembakaran kediaman para politisi serta gedung-gedung pemerintah, termasuk parlemen, mereda pada Kamis (11/9/2025). Peristiwa ini menewaskan setidaknya 51 orang dan menyebabkan 1.300 lainnya terluka.
Demonstran, yang didominasi oleh anak-anak muda, kemudian melakukan perundingan dengan militer Nepal untuk membentuk pemerintahan sementara, yang akhirnya memilih Karki sebagai perdana menteri interim.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa pencalonan dan penunjukan Karki melalui proses yang unik, yang tampaknya sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini.
Dilaporkan The Times, anggota dari gerakan politik Youths Against Corruption, yang memimpin demonstrasi Gen Z, berkonsultasi dengan chatbot kecerdasan buatan (AI) ChatGPT untuk mengidentifikasi kandidat potensial untuk memimpin pemerintahan interim Nepal. ChatGPT kemudian mengajukan daftar nama para pemimpin potensial Nepal, termasuk mantan Menteri Pendidikan Sumana Shrestha, mantan rapper yang kini menjabat Wali Kota Kathmandu Balen Shah, dan Sushila Karki.
Kelompok tersebut kemudian kembali menggunakan ChatGPT untuk memperdebatkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing kandidat. Pada akhirnya, AI merekomendasikan Karki untuk menjabat sebagai perdana menteri interim Nepal.
Pemilihan Karki untuk menduduki jabatan tersebut pun tak kalah unik. Para pengunjuk rasa berbondong-bondong menggunakan aplikasi pesan Discord untuk memberikan suara informal yang mendukungnya.
Discord adalah platform pesan instan yang merupakan saingan dari Slack dan Skype, dengan kemampuan VoIP (Voice over Internet Protocol, atau singkatnya panggilan internet), yang memungkinkan penggunanya berkomunikasi melalui pesan teks, panggilan suara, dan video, serta berbagi media. Pengguna dapat berbagi pesan secara privat melalui pesan pribadi atau di ruang obrolan komunitas virtual yang disebut "server", yang dapat diakses melalui tautan undangan.
Platform ini juga memungkinkan penggunanya untuk menetapkan peran dan izin kepada anggota yang berbeda di server mereka, yang memungkinkan mereka untuk memoderasi dan bahkan memblokir orang dari server.
Discord telah memainkan peran sentral dalam demonstrasi di Nepal.
Satu server Discord dengan lebih dari 100.000 anggota menjadi pusat perhatian, ditonton di TV nasional Nepal, dan disiarkan langsung di situs-situs berita. Pengunduran diri Oli pada 9 September, serta pembubaran kabinet, menciptakan kekosongan yang ingin diisi oleh warga, dan server ini menjadi pusat perhatian dalam musyawarah yang menyusul.
"Parlemen Nepal saat ini adalah Discord," kata Sid Ghimiri, 23 tahun, seorang kreator konten asal Kathmandu, seperti yang dikutip NYT. Server tersebut dikelola oleh anggota Hami Nepal, sebuah LSM yang sebelumnya telah memobilisasi dukungan selama gempa bumi, banjir, dan kampanye bantuan internasional.
(Rahman Asmardika)