Menurut American Association of Medical Colleges, pengembangan robot bedah yang lebih otonom dapat membantu mengatasi kekurangan 10.000 hingga 20.000 dokter bedah di Amerika Serikat pada tahun 2036.
"Kami tidak mencoba menggantikan dokter bedah. Kami hanya ingin mempermudah pekerjaan dokter bedah," kata Dr Krieger.
Meskipun kemajuannya mengesankan, para ahli mengatakan masih banyak tantangan yang harus dihadapi sebelum robot bedah yang sepenuhnya otonom menjadi kenyataan. "Taruhannya sangat tinggi karena ini adalah masalah hidup dan mati," kata Dr Dipen J Parekh, direktur bedah robotik di Fakultas Kedokteran Universitas Miami Miller.
"Anatomi setiap pasien berbeda, begitu pula cara penyakit berperilaku pada pasien."
Lebih jauh lagi, seiring kemajuan teknologi, muncul pertanyaan penting tentang tanggung jawab, privasi, dan akses.
Dr Amer Zureikat, direktur bedah robotik di University of Pittsburgh Medical Center, mencatat beberapa kekhawatiran tentang akuntabilitas jika terjadi kesalahan bedah. Menentukan tanggung jawab ketika banyak pihak terlibat dalam pengembangan dan penggunaan robot bedah otonom akan menjadi rumit, paling tidak, dengan potensi kesalahan meluas ke berbagai pemangku kepentingan, termasuk dokter yang mengawasi, pengembang AI, administrasi rumah sakit, atau bahkan produsen robot itu sendiri.
Kekhawatiran privasi juga tampak besar, khususnya terkait penggunaan video bedah nyata untuk melatih sistem ini. Selain itu, ada pertanyaan tentang akses yang sama terhadap teknologi dan potensi dokter bedah menjadi terlalu bergantung pada bantuan robotik.
(Erha Aprili Ramadhoni)