"Sebaliknya, ia dengan hormat meminta Pengadilan untuk mempertimbangkan penangguhan batas waktu divestasi yang ditetapkan Undang-Undang tersebut pada 19 Januari 2025, sementara Pengadilan mempertimbangkan substansi kasus ini, sehingga memberikan kesempatan kepada pemerintahan Presiden Trump yang baru untuk mengupayakan penyelesaian politik atas pertanyaan-pertanyaan yang dipermasalahkan dalam kasus ini," tambahnya, sebagaimana dilansir Reuters.
Trump sebelumnya bertemu dengan CEO TikTok Shou Zi Chew pada Desember, beberapa jam setelah presiden terpilih tersebut menyatakan bahwa ia memiliki "ketertarikan hangat" terhadap aplikasi tersebut dan bahwa ia lebih suka membiarkan TikTok tetap beroperasi di Amerika Serikat setidaknya untuk sementara waktu.
Presiden terpilih itu juga mengatakan bahwa ia telah menerima miliaran penayangan di platform media sosial tersebut selama kampanye kepresidenannya.
TikTok tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Perusahaan tersebut sebelumnya mengatakan bahwa Departemen Kehakiman telah salah menyatakan hubungannya dengan China, dengan alasan bahwa mesin rekomendasi konten dan data penggunanya disimpan di Amerika Serikat pada server cloud yang dioperasikan oleh Oracle Corp sementara keputusan moderasi konten yang memengaruhi pengguna AS juga dibuat di Amerika Serikat.
Pendukung kebebasan berbicara secara terpisah mengatakan kepada Mahkamah Agung pada Jumat, (27/12/2024) bahwa undang-undang AS terhadap TikTok mengingatkan kita pada rezim penyensoran yang diberlakukan oleh musuh-musuh otoriter Amerika Serikat.
Departemen Kehakiman AS berpendapat bahwa kendali China atas TikTok menimbulkan ancaman berkelanjutan terhadap keamanan nasional, sebuah posisi yang didukung oleh sebagian besar anggota parlemen AS.
(Rahman Asmardika)