JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir ancaman terjadinya perang nuklir semakin mengkhawatirkan, terutama dengan semakin seringnya eskalasi konflik antara para pemilik senjata pemusnah massal itu, khususnya Rusia dan Amerika Serikat (AS).
Kita telah lama diingatkan bahwa dalam perang nuklir tidak akan ada pemenang, yang ada hanyalah kehancuran bersama, yang bahkan dapat berujung pada kepunahan umat manusia. Namun, apa yang sebenarnya mengakibatkan kehancuran yang begitu mengerikan ini? Apa yang akan terjadi jika perang nuklir antara Rusia dan AS benar-benar terjadi.
Menurut Future Life Institute mengutip data-data yang tidak dirahasiakan dari berbagai sumber, termasuk penelitian swasta dan militer, saat salah satu pihak meluncurkan senjata nuklirnya, serangan itu akan segera dapat dideteksi oleh pihak lainnya, yang akan melakukan serangan nuklir balasan, bahkan sebelum serangan awal mencapai sasaran.
Baik AS dan Rusia masing-masing memiliki kemampuan untuk menghantam lawan dengan senjata nuklir dalam hitungan menit.
Serangan nuklir awal akan dilakukan melalui pulsa elektromagnetik (electromagnetic pulse/EMP) yang diledakkan pada ketinggian (high altitude). Ini akan menyebabkan semua eletronik dan jaringan listrik terpanggang dan tidak berfungsi.
Berikutnya adalah serangan yang menargetkan semua pusat komando dan lokasi peluncur senjata nuklir dengan rudal balistik antar benua (intercontinental ballistic missile/ICBM). Serangan ini juga akan menargetkan kota-kota besar, tidak hanya karena fasilitas militer yang dimiliki, tetapi juga untuk menghalangi pemulihan pasca perang pihak musuh.
Tiap rudal nuklir yang menghantam sasaran akan menghasilkan bola api dengan suhu setara dengan inti matahari, hingga 15 juta derajat celcius, yang diikuti dengan awan jamur radioaktif.
Tidak hanya memusnahkan segala yang ada di dekatnya, ledakan ini juga menyebabkan kebutaan bagi mereka yang menyaksikannya dari jauh. Gelombang kejut dari ledakan ini menghancurkan bangunan dan menyebabkan kerusakan luar biasa di sekitar.
Namun, semua ini ternyata bukanlah hal terburuk dari perang nuklir dan baru awal dari bencana yang disebut sebagai musim dingin nuklir.
Musim dingin nuklir disebabkan oleh asap karbon hitam yang muncul dari badai ledakan nuklir. Saat AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 1945, badai nuklir ini terjadi namun, senjata nuklir hidrogen yang digunakan saat ini jauh lebih buruk dampaknya dibandingkan bom atom tujuh dekade lalu.
Kota-kota besar di AS dan Rusia, yang memiliki lebih banyak populasi dibandingkan Hiroshima pada 1945, akan menghasilkan lebih banyak asap karbon hitam. Badai ledakan nuklir akan mengirim asap karbon hitam ini ke atmosfer, ke ketinggian yang tak terjangkau oleh air hujan yang seharusnya bisa membersihkannya.
Dipanaskan oleh sinar Matahari, asap hitam ini hanya akan membutuhkan waktu beberapa hari untuk menutupi atmosfer di seluruh dunia. Asap hitam ini menghalangi masuknya cahaya matahari ke Bumi, menyebabkan planet ini menjadi sangat dingin.
Ini tentu saja berdampak pada pertanian dan produksi pangan dunia, sehingga ilmuwan memperkirakan hingga 5 miliar orang berpotensi mati kelaparan karena musim dingin nuklir ini.
Dari perkiraan itu bisa dibayangkan betapa berbahayanya musim dingin nuklir dan dampaknya bagi umat manusia. Karena itu pantaslah jika dikatakan bahwa tidak ada pemenang dari sebuah perang nuklir.
(Rahman Asmardika)