Sebagai konsumen daging babi terbesar di dunia, negara ini selama bertahun-tahun mengandalkan impor babi murni hasil pembiakan, yang dapat menimbulkan biaya relatif besar.
Pan Dengke, mantan peneliti Akademi Ilmu Pertanian China yang juga membantu memproduksi babi kloning pertama di negara itu pada tahun 2015, mengatakan bahwa sistem baru ini bisa revolusioner jika berhasil didistribusikan dalam skala besar.
Dia menyebutkan, transfer inti sel somatik (cara tradisional kloning) relatif lebih membosankan dan memakan waktu dibandingkan dengan sistem baru ini.
Sebelum ini, Pan telah bekerja untuk membuat lebih dari 1.000 klon setiap hari, yang menyebabkan dia menderita sakit punggung akibat sulitnya proses tradisional.
Namun, karena proses baru menggunakan robot, tingkat keberhasilan proses kloning lebih tinggi karena tingkat sel yang rusak lebih rendah.
(Ahmad Muhajir)